Download Buku Pengantar Filsafat Ilmu Pdf Software

Buku Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif oleh Jonathan Sarwono Wiwid Ambarwati. Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper. Buku Pengantar Filsafat Ilmu Pdf To Excel. Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas. Daripada Wikipedia, ensiklopedia bebas. Falsafah ialah satu disiplin ilmiah.

Buku Pengantar Filsafat Buku berikut Semua dikemas dalam bentuk file PDF berisi materi antara lain: Bab 1. Berisi tentang definisi filsafat, latar belakang timbulnya filsafat, obyek filsafat, ciri-ciri pemikiran filsafat, filsafat ilmu dan agama, cabang,cabang filsafat, manfaat belajar filsafat Bab 2. FILSAFAT INDIA, ciri-ciri filsafat india, metode filsafat India, periodisasi filsafat India, Beberapa aliran penting ( carvaka, jaunisme, budhisme, Nyaya dan vasiseka, sankhya dan Yoga, purva mimamsa, uttra mimmansa, pasupata, sakta, pancaratra, Konsep keselamatan daam hindhuisme Bab 3. FILSAFAT CINA, ciri-ciri filsafat cina, priodisasi filsafat cina, Zaman Neo Taoisme dan Budhiesme, zaman konfusianisme, zaman modern Bab 4. FILSAFAT BARAT, Ionia tempat lahirnya filsafat barat, masa prasokrates, masa Sokrates Bab 5. FILSAFATR BARAT ABAD PERTENGAHAN, masa patristik, masa skolastik Bab 6.

FILSAFAT BARAT ZAMAN MODERN, renaissance, filsafat abad XVII ( rasionalisme dan empirisme),filsafat abad XVIII (aufklaerung), filsafat abad XIX (idealisme Jerman, Positivisme, materialisme) Bab 7. FILSAFAT BARAT ZAMAN KOMYEMPORER, pragmatisme, vitalisme, venomenologi, ekstensialisme, filsafat analisis, strukturalisme, post modernisme. Pengertian Ketuhanan Yang Mahaesa dalam Pendidikan Islam Ditulis oleh Tadjuddin Manshur Falsafah Negara Pancasila, Sila Pertama Disebut Ketuhanan yang Maha Esa; Masalah ke-Tuhanan merupakan suatu hal yang pokok/dasar dalam setiap agama, sehingga suatu agama yang tidak ada/tidak Jelas Tuhannya maka bukanlah agama. Semua agama mengajarkan bahwa Tuhan itu Esa (tunggal) yang dalam istilah agama disebut Tauhid; artinga meng-Esakan Tuhan yaitu Allah SWT. Namun demikian bahwa KeTuhanan Yang Maha Esa tersebut mempunyai penafsiran yang berbeda di antara satu agama dengan agama lainnya, baik itu dalam islam, Kristen, Hindu maupun Budha.

Perbedaan-perbedaan tersebut harus diterangkan, agar supaya berdasarkan pengertian tentang adanya perbedaan itu akan timbul saling pengertian dan hargamengharagi antara satu sama lain, sehingga tidak menimbulkan pertengkaran/perpecahan dalam kehidupan bermasyarakat. Sehubungan hal tersebut, dalam makalah inidiuraikan pula beberapa pandangan agama selain islam tentang Ke-Esaan Tuhan.

Hal ini dimaksudkan hanya untuk memperjelas. Islam menekankan dengan sungguh-sungguh tentang ke-Esaan Tuhan. Tuhan itu adalah benar-benar Esa/Tunggal;, Esa murni dalam arti Tuhan yang tidak dapat dipisahpisahkan lagi atau bukan merupakan kumpulan (kesatuan) dari satuan-satuan lain.Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an antara lain: Surat Al-Ikhlas, ayat 1-4, yang artinya; Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa;Allah adalah Tuhan, yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu; Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakan; dan tidak seorangpun yang setara dengan dia.

Surat-Ash-Shad, ayat 65, yang artinya:. Dan sekali-sekali tidak ada Tuhan, selain Allah Yang Maha Esa dan Maha mengalahkan. Surat Al-Baqarah ayat 163, yang rtinya: Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dunia dimana kita ni hidup menunjukkan berbagai macam keragaman. Penciptaan adalah banyak, tetapi Sang Pencipta adalah Satu. Selain daripada kepercayaan agama, kita dapat mencapai kesimpulan tentang ke-Esaaan hakikat eksistensi dengan jalan logika atau dengan pengalaman duniawi atau dengan pengalaman kejiwaan kita sendiri.

Adlah suatu hukum daripada science, bahwa kita ini hidup dalam alam yang penuh dengan berbagai macam ragam gejala, tetapi satu sama lain saling berhubungan. Bintang yang jauh gemerlap di atas, secara kausal erat hubungannya dengan dinginnya tanah yang dipijak oleh kaki kita di bawah. Biji besi dan batubara di dalam perut bumi sangat erat hubungannya dengan matahari yang kelihatan di atas kita. Batu-batu karang yang keras di dalam lautan sangat rapat hubungannya dengan daun rumput yang lemah gemulai di daratan.

Konsepsi tentang kesatuan eksistensi ini adalah merupakan hukum yang fundamental dalam science, juga dalam agama. Dalam hal ini Al-Qur’an mengajukan argumentasi yang sangat sederhana: andaikata ada pada langit dan bumi Tuhan selain Allah niscaya rusak binasalah kedua-duanya itu (Al-Anbiya, 22).

Andaikata ada Tuhan selain Allah, niscaya tata semesta ala mini tidak ada yang stabil, dan tidak ada hukum alami dapat berjalan. Demikian juga dalam science, alam ini adalah satu, dan berbagai macam ragaman ini diikat dengan berbagai kesatuan hukum dan semua kesatuan hukum itu akhirnya dari kesatuan hukum yang meliputi seluruhnya. Dalam science, penglaman-pengalaman membenarkan hipotesa ini, tetapi science hanya menggarap penonema indrawi saja. Agama menekankan bahwa dunia yang dipahami dengan pengertian juga merupakan satu kesatuan, sekalipun dunia pengertian; itu tidak berhadapan dengan kita sebagai suatu fakta yang indrawi. Plato menerAngkan dengan jalan akal yang logis untuk menyusun sebuah piramida daripada idea. Berbagai macam ragaman daripada dunia lahiri ini adalah merupakan dasar daripada piramida itu; di atas dasar itu terdapatlah berbagai macam idea; dan berbagai macam idea makin berkurang apabila kita meningkat lebih atas lagi hingga kita sampai kepada puncak piramida dimana hanya ada satu idea, idea daripada seantero idea yang plato katakana kebaikan; dan dari kebaikan inilah semua idea bersumber dan dengan perantaraannya dunia ini menjadi ada.

Filsafat mencapai kesimpulan tentang keharusan adanya kesatuan akal. Ahli fisika mengidentikkan totalitas daripada eksistensi ini dengan dunia indrawi dan ia menganggap tidak benar melampaui hal itu. Ahli filsafat platonis mengidentikkan realitas dengan akal dan ia menganggap suatu kemustahilan untuk melampaui dibalik akal, sebab sampai disitu akal telah sampai kepada klimaksnya. Akal harus berhenti sampai kesitu.

Tetapi bagi agama, kesatuan alam semesta dan kestuan akal, kedua-duanya menunjukkan kepada adanya kesatuan yang terakhir darimana kedua kesatuan itu’pikiran dan benda- bersumber. Pikiran manusia, secara psikologis, juga merupakan satu kesatuan. Apakah sebenarnya fikiran itu, apakah mind; dalam bahasa inggris ataukah jiwa;, tetapi satu hal tak dapat dibantah, ialah bahwa ia itu merupakan pengalaman atau appercepsi. Menurut Islam semua yang ada dalam alam ini dihubungkan dengan satu hukum atau dengan satu kemauan yang kreatif, sebab Sang Penciptanya adalah satu. Profesor Hoffding, seorang ahli sejarah filsafat yang terkenal itu, menyatakan bahwa di dunia Barat kepercayaan pada monotheisme mendapat kemajuan yang besar karena kemajuan science yang didasarkan kepada kesatuan eksistensi, yang dapat dibuktikan dengan penemuan demi penemuan ilmiah. Monisme dari science dan monotheisme daripada agama adalah sangat dekat satu sama lain.

Dalam perjalanan sejarah, manusia seringkali mulai dengan kepercayaan tentang banyak Tuhan, yang Tuhan satu sama lain tidak ada hubungannya sama sekali, atau bahkan Tuhan yang satu bermusuhan dengan Tuhan yang lainnya, tetapi akhirnya mereka sampai kepada idea tentang Esanya Tuhan. Demikian juga penemuan-penemuan alami dimulai dengan penemuan-penemuan kebanyakragaman dari alam semesta ini, hingga akhirnyasamapi kepada satu idea tentang kesatuan alam semesta ini. Dimana mereka menemukan bahwa berbagai macam penomena alami yang paling jauh diketahui tunduk kepada satu hukum yang sama dan saling berhubungan kausal satu sama lain. Di samping akal dan dunia, Tuhan juga terasa dalam kesadaran moral manusia. Immanuel Kant menyatakan bahwa hal yang menakutkan dia; langit yang bertaburan bintang-bintang di atas dan hukum moral yang ada di dalam dirinya sendiri.

Dalam kedua dunia ini; dunia atas dan dunia dalam ia berusaha untuk menemukan kesatuan dan uniformnya hukum yang menguasainya. Rupa-rupanya ia mendapatkan kesukaran untuk menyatukan dua kesatuan itu dalam satu kesatuan yang fundamental, darimana kedua-duanya itu bersumber. Ia meninggalkan hal itu dalam bidang kepercayaan, dengan memegang teguh thesisnya bahwa agama baru mulai dimana filsafat berhenti. Agama Islam adalah Monotheisme Menurut Islam, Tuhan yang benar adalah monotheistic dan semua nabi-nabi mengajarkan monotheis.

Filsafat

Dalam deretan perkembangan agama daripada anak cucu Israil, Al-Qur’an dengan khusus menyebutnya nabi Ibrahim AS yang mengajarkan monotheisme dalam bentuk yang amat tegas lagi jelas dan Nabi Muhammad SAW sendiri menyatakan berulang kali bahwa iamengambil jalan yang benar sebagaimana jalan yang dilalui oleh Nabi Ibrahim AS yang menolak penyembahan berhala dan menolak anggapan berbagai macam gejala alam sebagai Tuhan. Sebagaimana firman Allah SWT menyatakan: Lantaran itu, turutlah agama Ibrahim yang lurus; dan bukanlah ia seorang daripada kaum musyrik. (Al-Imran: 95). Kemudian kami wahyukan kepadamu hendaklah engkau turut agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah ia daripada golongan musyrik. (An-Nahl: 123).

Di dalam agama Hindu, kita juga melihat perkembangan yang lama dan berangsur-angsur dari polytheisme dan penyembahan gejala alam kepada monotheisme dan monisme spiritual. Demikian juga agama Kristen. Yesus atau Isa Bin Maryam, adalah seorang monitheis dan banyak juga dari orang-orang Kristen yang tetap monotheis.

Tetapi ajaran trinitas mengaburkan monotheisme agama Kristen dengan memasukan ajaran inkarnasi dan ajaran adanya tiga oknum yang co-eternal dan sejajar, yang semuanya itu adalah satu, tetapi dalam waktu yang sama adalah juga tiga. Ajaran ini karena tidak bisa dipahami oleh agama Kristen dikatakan Mystery; (ajaran yang rahasia). Inilah sebabnya, maka Professor Willfred Cantwell Smith, seorang Guru Besar Perbandingan Agama di McGill University Canada menyatakan bahwa orang-orang Kristen membuat kesalahan fundamental lagi sangat keji, ialah mereka menyembah utusan Tuhan (Jesus) dengan mengabaikan ajaran-ajarannya. Ini pulalah sebabnya maka professor H.A.R Gibb seorang ahli ilmu pengetahuan Islam terkenal dari Oxford University menyatakan bahwa methapor-methapor dimana ajaran Kristen diungkapkan mwmuaskan dia secara akal sebagai pelahiran simbolis tentang kebenaran rohani yang paling tinggi asal methapor-methapor itu tidak diinterprestasikan dalam pengertian-pengertian dogma yang anthropomorphis, tetapi sebagai pengertian umum dengan mengingat pandangan orang-orang Kristen yang berubah-ubah tentang kodrat alam semesta.

Islam menganggap tidak ada gunanya dan bahkan salah kepercayaan Trinitas itu dan Al-Quran antara lain menyatakan: Sesungguhnya telah kafir-lah orang-orang yang berkata bahwa Allah itu ialah masih anak Maryam. ( Al-Maidah: 72). Sesungguhnya telah kafir-lah orang-orang yang berkata, bahwa Allah adalah yang ketiga daripada tiga, padahal tidak ada Tuhan melainkan Tuhan Yang Maha Esa. (Al-Maidah: 73).

Agama Zoroaster pada azasnya adalah juga monotheis, sekalipun monotheismenya itu dalam beberapa hal dikaburkan oleh kepercayaan yang henotheistis tentang adanya dua prinsip yang relative berpisah dan bermusuhan satu sama lainnya, ialah terang dan gelap atau ahura dan ahriman yang satu sama lain selalu berlawanan. Soal Buddhisme adalah berbeda sedikit. Pada umunya para sarjana agama menganggap bahwa Buddhisme iru merupakan agama yang tidak bertuhan.

Buddha mengajarkan tentang peningkatan kerohanian manusia yang dapat dicapai dengan memahami dan mengikuti hukum-hukum moral yang menurut di adalah kasih sayang dan penolakan keinginan-keinginan yang sifatnya pribadi dan jasmani. Ia menolak ajaran Trimurti Hindu, tetapi ia tidak mengajarkan dan tidak menolak ajaran tentang keesaan Tuhan. Tetapi ajarannya tentang Nirwana sekalipun digambarkan dalam ungkapan-ungkapan yang negative sebagai suatu keadaan dimana semua sakit dan batasan-batasan hidup dan semua ketakutan dan kesusahan hilang, adalah merupakan keadaan yang positif daripada ke-Tuhanan, sebagaimana dapat digambarkan oleh pengalamanpengalaman ahli-ahli mistik besar dalam berbagai macam agama dalam seantero waktu. Jiwa manusia dapat mencapai kesatuan dengan yang Maha Suci sekalipun kesatuan itu tidak dapat digambarkan oleh otak manusia karena kesatuan dan perpisahan adalah istilah-istilah yang dipinjam dari dunia yang terbatas oleh runag dan waktu. Kita barangkali saja dapat menyatakan, bahwa Buddha adalah seorang monotheis dalam arti mistis, sekalipun pandangannya yang negative daripada filsafat Buddhisme terhadap hidup dan kehidupan duniawi ini tidak dapat diterima oleh Islam.

Kita tidak dapat berkata bahwa usaha pemurnian dan penjernihan ajarn-ajaran Buddha telah mendapat hasil yang banyak dewasa ini, tetapi kalau dalam agama Hindu maka dengan mempelajari pikiran-pikiran pembaharuan-pembaharu agama Hindu sejak daripada Ram Mohan Roy sampai kepada Gandhi orang dapat memperoleh pengertian bahwa Hinduisme baru itu adalah makin hari makin monotheistis. Swami Rama Tiratha, Swami Vivekanada, Swami Dajananda, Ramakrishna Parmahansa dan lain-lain pembaharu modal dan agama Hindu adalah dalam beberapa hal monotheis sebgaian dari mereka dengan menekankan kepada Tuhan yang lebih pribadi dan yang lainnya kepada Tuhan yang lebih tidak pribadi, dengan cara pendekatan dari segi fiksafat atau mistik. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengaku agama yang paling oertama yang mengajarkan monotheisme atau ke-Esaan Tuhan.

Sebaliknya islam menekankan bahwa kepercayaan tentang ke-esaan Tuhan itu adalah sama tuanya dengan lahirnya manusia dan itulah kebenaran agama. Islam mengajarkan bahwa semua nabi-nabi mengajarkan kebenaran yang fundamentil itu dan semua kitab-kitab suci agama mengajarkan tentang ajaran monotheisme itu.

Tetapi kepercayaan itu dari waktu ke waktu oleh tangan manusia, dan nabi demi nabi diutus oleh Allah kepada berbagai macam bangsa dan kelompok umat manusia untuk mengembalikan kebenaran yang asasi itu. Oleh karena itu kesatuan asasi daripada seluruh agama adalah merupakan salah satu ajaran islam. Ajaran agama-agama besar satu sama lain berbeda dalam cara-cara peribadatannya dan hukum-hukumnya, karena bedanya lingkungan, waktu dan tempat, tetapi kepercayaan tentang keesaan Tuhan adalah sama pada seluruh agama. Menurut Al-Qur’an kepercayaan tentang ke-esaan Tuhan itu dan usaha untuk menyempurnakan kebaktian Tuhan itulah merupakan pokok daripada semua agama yang benar.

Rupa-rupanya adalah merupakan bukti yang besar tentang kebenaran islam, bahwa pembaharu-pembaharu dan ahli pikir dalam berbagai agama adalah sibuk terus dalam memurnikan dan membersihkan kepercayaan mereka sendiri-sendiri dari berbagai macam campuran dan menggali dari kitab-kitab suci mereka tentang bukti adanya kepercayaan tentang ke-Esaan Tuhan ini; dan mereka menerangkan bahwa kepercayaan tentang ke-Esaan Tuhan itulah ajaran yang sebenarnya dari agama mereka, sedang lain-lainnya adalah merupakan tambahan atau produk dari pemikiran ahli-ahli theology kemudian saja. Ke-Esaan Tuhan, sebagaimana diajarkan islam sebagai dasar semua agama yang benar, tidak hanya merupakan kepercayaan metaphisis saja tentang realitas.

Pentingnya kepercayaan itu dalam kehidupan duniawi sangat dalam lagi lua. Sebagaimana tadi telah diterangkan, bahwa pada kepercayaanlah science dan agama bertemu, sekalipun science tidak pasti menuju kepada ke-Esaan Tuhan, tetapi berhenti pada kesatuan penomena-penomena eksistensi indrawi. Monisme scientific adalah tidak pasti menuju monotheisme, tetapi ia adalah merupakan langkah menuju kearah monotheisme. Dengan menolak kepercayaan tentang adanya benyak Tuhan yang berdiri sendiri sendiri dengan kemauannya masing-masing untuk menciptakan dan campur tangan dalam segala macam penomena alami ini, maka monotheisme menjadi sahabat karib bagi pemikiran-pemikiran scientific. Dari kepercayaantentang ke-Esaan Tuhan berakibat bukan hanya kesatuan eksistensi saja, tetapi juga kesatuan umat manusia seanteronya.

Virtua tennis xbox one. Di atas telah diterangkan, bahwa kesatuan yang esensil daripada semua agama adalah merupakan ajaran pokok daripada islam. Itu adalah akibat daripada ke-Esaan Tuhan.

Islam mengajarkan bahwa sebagai akibat ajaran tentang ke-Esaan Tuhan, ialah kesatuan seantero umat manusia. Al-Qur’an berulangkali menekankan bahwa umat manusia seluruhnya adalah diciptakan dari seorang, dan Allah meniupkan rohnya pada Adam, yang dalam berbagai ayat dalam Al-Qur’an diidentikkan dengan manusia asal jenis manusia, Islam tidak menyatakan, bahwa manusia itu seragam dalam segala segi aspeknya.

Tetapi Al-Qur’an menekankan bahwa perbedaan bahasa dan cara hidup dalamberbagai bangsa atau kelompok ummat manusia adalah merupakan tanda-tanda kekuasaan Tuhan. Dalam hal itu pula ditekankan, bahwa dalam asasnya ummat manusia seluruhnya adalah satu dan oleh karenanya semua bangsa dan kelompok ummat manusia hendaknya berusaha untuk mencari persetujuan dalam berbagai soal-soal asasi; dan bahwa soal asasi yang paling esensi adalah kepercayaan bahwa Tuhan adalah Esa dan bahwa semua manusia adalah hanya satu keluarga. Dan sebagian daripada tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah penciptaan langit dan bumi dan perbedaan bahasa kamu dan warna kamu; sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.(Ar-Rum: 23). Adalah manusia itu satu ummat yang tunggal.(Al-Baqarah:213).

Persaudaraan dan persatuan seantero ummat manusia adalah hanya merupakan akibat yang langsung dari kepercayaan tentang ke-Esaan Tuhan. Demikian pula kesatuan moral adalah juga merupakan akibat yang langsung daripada kepercayaan tentang ke-Esaan Tuhan. Sekalipun bangsa-bangsa dan kelomopok-kelompok ummat manusia berbeda dalam adat kebiasaan dan tatacara hidupnya, namun seharusnya ada satu ukuran moralitas yang obyektif bagi mereka semua itu.

Ukuran moral yang dualistic, satu utnuk bangsa atau golongannya sendiri dan yang lainnya untuk bangsa dan golongan bangsa yang lain, seharusnya tidak bisa kita tolerir. Nietzsche membedakan tentang ukuran moral bagi bangsa tuan dan ukuran moral bagi bangsa budak, sebagaimana sementara orang membedakan antara kode moral bagi lelaki dan kode moral bagi wanita. Islam menekankan bahwa manusia seluruhnya adalah satu, kode moralnya pun harus satu pula. Dalam ayat-ayat A-Qur’an berhubungan dengan moral maka Allah dalam firman-Nya selalu membarengkan antara lelaki dan wanita dan hanya dalam ajaranajaran moral yang bukan esensi maka ayat-ayat Al-Qur’an mempunyai anjuran-anjuran yang khusus untuk lelaki dan anjuran yang khusus untuk wanita. Jadi kesatuan hukum morak adalah akibat yang langsung daripada kesatuan ummat manusia adalah akibat langsung daripada ke-Esaan Tuhan. Dalam deretan sifat-sifat Tuhan maka sifat ke-Esaan Tuhan inilah yang paling ditekankan dalam Al-Qur’an.

Sifat inilah kalau dibandingkan dengan sifat-sifat Tuhan yang paling mudah dipahami. Keesaan Tuhan sebagai Problem Theologi Karena tidak demikian mudahnya memahami soal-soal yang berhubungan dengan Ketuhanan, maka timbullah berbagai macam aliran pikiran dalam theology. Dalam islam juga ada aliran-aliran theology, demikianjuga dalam agama Kristen. Diantaranya sebab-sebab yang pokok ialah karenaTuhan tak terbatas itu tidak dapat dipahami oleh akal yang terbatas dan kerana Tuhan Yang Mutlak itu tak dapat dipahami oleh sesuatu yang relative (nisbi).

Untuk mengetahui dunia secara kwalitatif dan kwantitatif orang dilengkapi dengan organisme dengan indera-indera yang khusus yang dengan itu dapat mencapai tujuan-tujuan yang sifatnya biologis. Akalpun berurat berakar pada indera kerja, kerja akal itu hanya merupakan eksistensi daripada indera. Akal orang adalah merupakan alat perjuangannya untuk eksistensinya dan adaptasi terhadap keadaan sekitarnya. Indera-indera dan akal adalah terbatas dan nisbi ini menggarap soal-soal yang terbatas dan nisbi pula.

Manusia sekalipun telah mencapai tingkatan science yang amat tinggi dan berfikir secara logis, namun ia tidak dapat dengan sebenar-benarnya memahami tentang kodrat (nature) daripada atom, juga tidak bisa memahami dengan sebenar-benarnya tentang tumbuhnya sehelai daun rumput. Oleh karena itu adalah tidak sepatutnya bahwa manusia mempunyai prestensi dapat mengetahui sifat-sifat daripada sumber yang terakhir daripada semua yang hidup dan semua eksistensi ini. Ini adalah kesulitanyang pertama.

Lalu masalah ada lagi kesulitan dalam memahami Ketuhanan itu.Bahasa yang dipakai orang adalah bahasa inderawi. Tiap-tiap kata dalam bahasa orang adalah berhubungan dengan indera. Bagaimanakah bisa sifat-sifat Tuhan dapat digambarkan dalam bahasa manusia, Tuhanyang tidak berada dalam waktu dan tempat juga tidak bisa menjadi obyek daripada indera kita. Bagi manusia nilai-nilai dan pemikiran-pemikiran yang paling tinggi adalah terbatas pada kodrat daripada pikiran dan badan wadak kita.

Bagaimana kita dapat mencapai apa yang ada di luar kodrat kemanusiaan kita dan hubungannya dengan kehidupan dan apa yang ada ini: Apakah kita ini akan menghancurkan agam yang benar dan menyebabkan orang terperosok ke dalam salah satu daripada nihilisme moral dan intektual atau menurunkan idea tentang Tuhan dengan menjadikan Dia seorang Tuhan yang dapat diketahui, Tuhan yang tentu lebih rendah daripada orang yang mengetahui, karena sesuatu yang diketahui itu tentu dapat diliputi dan dikuasai oleh yang mengetahui. Oleh karena itu agam tidak bisa didasarkan kepada ketidak pengetahuan sama sekali tentang Tuhan dan tidak bisa didasarkan kepada pengetahuan yang sempurna tentang Tuhan. Juga pengetahuan tentang Tuhan tidak dapat dicapai oleh akal manusia. Tuhan tidak dapat secara logika diformulirkan, juga tidak bisa dipahami secara psikologis. Tiap usaha untuk memahami Tuhan oleh akal selalu berakhir dengan peniadaan terhadap Tuhan. Spinoza menyatakan bahwa tiap definisi adalah merupakan pembatasan pengetahuan, sebagaimana kita mengetahui, adalah hubungan subyektif. Maka bagaimana kita dapat mengetahui sesuatu yang bukan subyek, bukan obyek, juga bukan sesuatu yang merupakan hubungan obyek dan subyek.

Ibn Chaldun menyatakan bahwa aksi adalah merupakan sesuatu timbangan yang tepat dan catatan-catatannya adalah pasti dan dapat dipercaya. Tetapi mempergunakan akal untuk menimbang soal-soal yang berhubungan dengan ke-esaan Tuhan, atau hidup setelah mati, atau hakekat wahyu atau sifat-sifat Tuhan, atau soal-soal lain seperti itu yang berada di luar jangkauan akal, adalah seperti mencoba mempergunakan timbangan tukang emas untuk menimbang gunung. Ini tidak berarti bahwa timbangan itu yang tidak tepat. Al-Qur’an menyatakan:;sedang mereka tidak meliputi Allah dengan pengetahuan mereka. (Thaha: 110).

Selain daripada itu, dalam kesadaran beragama selalu terdapat garis pemisah antara yang disembah dengan orang yang menyembah. Kesadaran bahwa yang disembah itu adalah Maha Kuasa lagi Maha Suci danyangmenyembah adalah lemah lagi berdosa. Ini seringkali menimbketegangan batin, danketegangan batin itu terdapat pada semua agama. Semua agama menekankan tentang lainnya Tuhan daripada apa yang bukan Tuhan. Tetapi dalam waktu yang sama orang yang menyambah sadar tentang dekatnya Tuhan kepadanya, orang menyembah tidak mungkin memisahkan idea tentang Tuhan daripada pengalaman keagamaannya sendiri. Dalam sejarah timbulnya agama, maka ajaran daripada nabi-nabi atau pembawa-pembawanya, dua elemn itu berdampingan, kurang lebih disintesakan, karena sebenarnya dari menjadi satunya dua elemen itu dalam pengalaman kerohaniannya sendiri, maka kekuatan yang kreatif dapat timbul. Tetapi dalamkehidupan agama-agama itu masing-masing ditangan pengikut-pengikutnya, maka ketegangan batin itu timbul kembali.

Hsl inidapat dilihat dengan jelas umpamanya dalam surat-suat Paulus, juga dalam islam sendiri. Dalam sejarah masyarakat agama-agama yang berkembang, maka sementara pengikut-pengikutnya dapat juga mencapai sintese, entah sebagian entah hanya sementara waktu daripada dua elemen yang fundamentil itu yang rupa-rupanya merupakan dua konsep yang sangat berlainan. Tetapi sebagian besar daripada pengikut-pengikut agama-agama itu akan cenderung kepada salah satu dari kedua elemen itu, dan mereka akan menyembah kalau bukan Tuah yang lebih transcendent, maka mereka menyembah Tuhan yang lebih immanent. Dan sekalipun pemilihanyya itu seringkali ditentukan oleh perasaan dan responsi individual, namun kecenderungan itu seringkali malahan diatur secara institusionil seperti umpamanya dikalangan sekte calvinisme dan Quakerisme. Di dalam islam ketegangan batin itu juga tampak.

Dalam Al-Qur’an transendennya Allah itu berkalikali ditekankan dengan segala kemutlakan, yang rupa-rupanya tidak memberikan lobang sama sekali untuk ajaran immanent. Sekalipun demikian, ajaran transenden ini tidak menolak sifat asih dan dekatnya Tuhan, dimana Tuhan Yang Maha Suci itu sangat erat hubungannya dengan kehidupan rohani orang, hingga tuhan adalah lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya sendiri. (Al-Qur’an; Qaf: 16 ). Di dalam tiap-tiap agama memang terdapat unsure-unsur anthropomorphisme dan anthropopathisme, ialah memahami Tuhan dengan ukuran bentuk manusia dan memahami sifat-sifat Tuhan dalam bentuk perasaan manusia. Tetapi kalau kita dapat memahami bahwa sifat-sifat Tuhan, sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Qur’an dengan istilah-istilah manusia itu sebagai symbol dan mengetahui bahwa indera dan akal manusia adalah terbatas dan nisbi, maka bahaya akan jatuh dalam anthropomorphisme dan anthropopathisme dapat dihindarkan.

Kalau kitab suci agama masing-masing adalah merupakan sumber yang paling autentik untuk memahami ajaran agama masing-masing tentang Ketuhanannya, maka karena jelasnya Al-Qur’an dalam menerangkan tentang konsepsi Ketuhanannya, maka inilah sebabnya dalam sejarah Theologi islam tidaklah terdapat bermacam-macam aliran yang sangat berbeda satu sama lain, sebagaimana terdapat dalam agama-agamalain. Dalam sejarah theology islam hanya ada dalam periode tertentu yang memahami bahwa Tuhan adalah corporeal atau inderawi. Aliran itu adalah aliran Kkarramijah, dinisbatkan kepada pendirinya Muhammaf Karram. Atau terkenal dengan aliran Mudjassimah, dari kalimat djism yang artinya badan. Adapun ahli-ahli agama Muslim umumnya, juga para ahli para tasawwufnya tetap berpendirian bahwa kodrat (nature) daripada sifat-sifat Tuah sebagaimana yang ada pada-Nya tidak dapat diketahui.

Ini adalah pendapat Abul Hasan Al-Asj’ari imam daripada ahli sunnah dalam bidang ilmu kalam, dan juga paham Djalaludin Ar rummi, adalah seorang ahli sufi teresar dalam iklan. Dan kalau dilihat, dalam agama Kristen, sekte-sekte begitu banyak timbul, baik dulu maupun sekarang, barangkali diantara lain-lain adalah karena timbul, baik dulu maupun sekarang, barangkali diantara lain-lain adalah karena terdapatnya pasal-pasal dalam kitab sucinya tentang Ketuhanan yang satu sama lain sulit untuk disintesakan. Umpamanya dalam Bijbel terdapat pasal-pasal yang menekankan tentang ke-Esaan Tuhan seperti: Supaya diketahui oleh segala bangsa yang diatas bumi, bahwa Tuhan juga allah, dan tiadal Allah lain.

(Raja-raja, 8-60). Enyahlah engkau dari sini, hai iblis, karena telah tersurat: hendaklah engkau menyembah Allah, Tuhanmu, dan beribadat kepada-Nya saja. (Matius, 4:10). Maka kepadamulah ia itu ditunjuk, supaya diketahui oleh mu bahwa Tuhan itulah Allah, dan kecuali Tuhan yang esa telah tiada yang lain lagi.

Filsafat Ilmu Pendidikan

(Ulangan, 4:35). Tetapi ditempat-tempat lai terdapat pasal-pasal yang menyatakan Yesus itupun Tuhan, umpamanya: Tetapi kepada kita ada satu saja, yaitu Allah Bapak maka segala sesuatu daripada dia asalnya, dan kita menuju Dia, dan Tuhanpun satu juga, yaitu Yesus Kristus, oleh sebabnya ada segala sesuatu, dan kitapun ada oleh sebabnya.(I Korintus, 8:6). Karena orang yang semacam ini bukannya ber-Tuhankan perutnya sendiri; (Rum, 16:18). Karena ada beberapa orang merangkak masuk dengan sembunyi yaitu orang yangdahukunya sudah tersedia hukumannya; orang fasik, yang mengubahkan anugrah Allah tuhan kita kepada perkara melakukan percabulan,sambil menyangkal penghulu dan Tuhan kita Yang esa, yaitu Yesus Kristus. (Yahuda, 1: 4). Sedang dala tempat-tempat lain disebutkan bahwa Tuhan adalah lebih dari satu, umpamanya: Sebab itu pergilah kamu, jadikanlah sekalian bangsa itu muridmu, membaptiskan dia dengan nama Bapak, dan Anak dan Rohu ‘Kudus’, (Matius, 28:19). Tetapi penolong itu, yaitu Rohu’Kudus’ yang akan disuruhkan oleh Bapak atas namaku, ialah akanmengajarkankepadamu segala perkara itu danakanmeningkatkan kamu segala sesuatu yang Aku sudah katakan padamu.

(yahya, 14: 26). Karena tiga yang menjadi saksi di surga, yaitu Bapak dan kalam dan Rohu’kudus’, maka ketiganya menjadi satu; dan ada tiga yang menjadi saksi di bumi, yaitu Roh dan air dan darah, maka ketiganya itu menjadi satu tujuan. (Yahya, 5: 7-8).

Dan masih banyak lagi dalam Bijbel terdapat pasal-pasal tentang Katuhanan yang satu sama lain sulit untuk digabungkan karena memang bertentangan satu sama lain. Kalau sejak abad-abad pertama dari sejarah gereja,soal Ketuhanan ini selalu mengalami kegoncangan yang diantara lain-lain ialah timbulnya paham gnostik dan doketisme, yang mengabaikan kemanusiaan Yesus, hingga dengandemikianperumusan-perumusan tentang Ketuhanan harus mengalami perubahan-perubahan, maka kami kira hingga sekarangpun salah satu problem yang terbesar dalam agam Kristen adalah dalam bidang Theologi, untuk merumuskan ke-Esaan Tuhan yang selain memuaskan kehisupan batin juga memuaskan kehidupan akal. Kesimpulan Setelah penulis menguraikan secara singkat tentang masalah ke-Esaan Tuhan menurut Al-Qur’an, maka dapatlah diambil beberapa kesimpulan, sebagai berikut: 1.

Pengertian ke-EsaanTuhan,menurut Al-Qur’an adalah telah jelas dan tegas,bahwa Tuhanitu adalah Esa/ahad sebagaimana dinyatakan Al-Qur’an dalam Surat Al-ikhlas. Penegasan tentang hal ini menunjukkan bahwa islamlah agama yang benar-benar menganut faham monotheisme yang murni. Dan hal inilah kiranya yang merupakan cirri khusus Islam yang tidak akan ter pengaruh karena perubahan zaman atau tempat.

Pengertian ke-Esaan Tuhan, menurut agama-agama selain islam, dapat dikataka pengakuan Esa, tetapi tidak murni. Hal ini karena masih mengakui Ilah-ilah (Tuhan-tuhan) yang lain. Sehingga tidak monotheistic lagi, bahkan lebih tepat dikatakan menganut paham Polytheime. Bahwa ke- Esaan Tuhan menurut Al-Qur’an bukanlah sesuatu yang dogmatis dan irasionil, tetapi bahkan sesuatu pengertian yang rasional yang masuk dab dapat dimengerti oleh akal pemikiran yang sehat, karena Tuhan itu maha Kuasa, Maha Sempurna, maka secara otomatis Dia harus Esa/Tinggal, sebab jika lebih dari satu, maka tentunya tidak Esa lagi. Daftar Pustaka Al-Qur’an dan terjemahnya, Depag.

Khalifah Abdul Hakim, Islamic ideology, 3rd ed., Lahore,1965 H. Enklaar, Sedjarah Geredja, cet. Ke-2, Jakarta, 1965. Ibn Challdun, Muqaddimah, Mishr, n.d.

Al-Ghazali, Al-Munqizh min adh-dhalal, Mishr, n.d. H.A.R Gibb, Modern trend in Islam, Chicago, 1947. Abduh, SyekhMuhammad, Risalah Tauhid, Bulan Bintang, Jakarta, 1969. Peranan Asumsi Dalam Ilmu Ilmu merupakan terjemahan dari kata science yang secara etimologis berasal dari kata scire, yang artinya to know dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan Alam, yang sifatnya kuantitatif dan obyektif.

White Patrick (dalam Poedjawijatna, 2004:62) ilmu adalah deskripsi data pengalaman secara lengkap dan tertanggungjawabkan dalam rumus- rumusnya sesederhana mungkin. Ilmu berusaha menjelaskan tentang apa dan bagaimana alam sebenarnya dan bagaimana teori ilmu pengetahuan dapat menjelaskan fenomena yang terjadi di alam.

Untuk tujuan ini, ilmu menggunakan bukti dari eksperimen, deduksi logis serta pemikiran rasional untuk mengamati alam dan individual di dalam suatu masyarakat (www.wikipedia.com, diakses 7 Oktober 2009). Menurut Daoed Joesoef (dalam Surajiyo, 2007:58) menunjukkan bahwa pengertian ilmu mengacu pada tiga hal, yaitu produk, proses dan masyarakat. Ilmu pengetahuan sebagai produk yaitu ilmu pengetahuan yang telah diakui kebenarannya oleh masyarakat ilmuwan. Ilmu pengetahuan sebagai proses artinya, kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan demi penemuan dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang kita kehendaki. Ilmu pengetahuan sebagai masyarakat artinya dunia pergaulan yang tindak tanduknya, perilaku dan sikap serta tutur katanya diatur oleh empat ketentuan yaitu universalisme, komunalisme, tanpa pamrih, dan skeptisisme yang teratur. Menurut Mohammad Hatta (dalam Surajiyo, 2007:60) ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya yang tampak dari luar maupun menurut bangunannya dari dalam. Dan menurut Karl Pearson ilmu adalah lukisan atau keterangan yang bersifat komperhensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sedehana.

Sedangkan Asumsi dapat dikatakan merupakan latar belakang intelektual suatu jalur pemikiran. Asumsi juga dapat diartikan pula sebagai gagasan primitif, atau gagasan tanpa penumpu yang diperlukan untuk menumpu gagasan lain yang akan muncul kemudian (Suhartono, 2000) Terdapat beberapa jenis asumsi yang dikenal antara lain 1). Aksioma, pernyataan yang disetujui umum tanpa memerlukan pembuktian karena kebenaran sudah membuktikan sendiri 2). Postulat, pernyataan yang dimintakan persetujuan umum tanpa pembuktian atau suatu fakta yang hendaknya diterima saja sebagaimana adanya. Premise, pangkal pendapat pada suatu sentimen. Setiap ilmu memerlukan asumsi.

Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar. Asumsi ini perlu, Sebab pernyataan asumtif inilah yang memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan kita. Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita bisa menerima asumsi yang dikemukakannya.

Semua teori mempunyai asumsi- asumsi ini, baik yang dinyatakan secara tersurat maupun yang tercakup secara tersirat (Jujun, 2001:6). Sebagai contoh sebuah perusahaan sepatu dalam rangka penelitian mengenai pemasaran sepatunya mengirimkan dua regu peneliti kesuatu daerah yang sama. Fakta yang ditemukan oleh kedua regu ini adalah bahwa tak seorang pun dari penduduk di situ yang memakai sepatu. Namun berdasarkan fakta yang sama ini kedua regu peneliti itu sampai pada kesimpulan yang berbeda.

Regu yang pertama menyimpulkan untuk tidak membangun pabrik sepatu di daerah itu karena takkan ada yang membelinya. Sedangkan regu yang kedua menyarankan sebaliknya dimana mereka bersimpulkan bahwa semua orang akan berbondong- bondong membeli sepatu. Apakah yang menyebabkan perbedaan penarikan kesimpulan yang bertentangan ini?

Sebabnya terletaknya terdapat dalam asumsi yang melandasi kedua penarikan kesimpulan tersebut. Regu pertama mempunyai asumsi bahwa kenyataan itu tak bisa diubah biar apapun usaha yang dijalankan orang- orang itu tetap takkan mau memakai sepatu. Regu dua mempunyai asumsi yang bertentangan.

Menurut anggapannya, kenyataan bahwa orang- orang itu tidak memakai sepatu bukanlah sesuatu yang tidak bisa diubah. Dengan beberapa kebudayaan yang tepat kita bisa mengubah kebudayaan tidak bersepatu menjadi kebudayaan bersepatu. Hal ini menunjukkan bahwa dengan asumsi yang berbeda kita sampai pada kesimpulan yang berbeda pula. Lalu kesimpulan manakah yang akan kita pilih?

Dalam keadaaan seperti ini maka kita akan memilih kesimpulan yang punya asumsi yang dapat kita terima. Kalau kita beranggapan bahwa biar dengan cara apa pun juga orang yang bertelanjang kaki tidak bisa dipaksa memakai sepatu maka kita memilih kesimpulan pertama. Demikian pula sebaliknya. Ilmu mengemukakan beberapa asumsi mengenai obyek empiris ini. Sama halnya dengan contoh di atas maka kita baru bisa menerima suatu pengetahuan keilmuan mengenai obyek empiris tertentu selama kita menganggap bahwa pernyataan asumtif ilmu mengenai obyek empiris tersebut benar. Ilmu menganggap bahwa obyek- obyek empiris yang menjadi bidang penelaahannya mempunyai sifat keragaman, memperlihatkan sifat berulang dan semuanya jalin- menjalin secara teratur.

Bahwa hujan yang turun diawali dengan awan yang tebal dan langit yang mendung, hal ini bukan merupakan suatu hal yang kebetulan tetapi memang polanya sudah demikian. Kejadian ini akan terulang dengan pola yang sama.

Alam merupakan suatu sistem yang teratur yang tunduk pada hukum- hukum tertentu. Menurut Burhanudin (1997:86-88), Ilmu mempunyai tiga asumsi mengenai objek empiris: 1) Menganggap objek- objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, umpamanya dalam bentuk, struktur, sifat, dan sebagainya. Berdasarkan ini maka kita dapat mengelompokkan beberapa objek yang serupa ke alam satu golongan. Klasifikasi merupakan pendekatan keilmuan yang pertama terhadap objek- objek yang ditelaahnya dan taksonomi merupakan cabang keilmuan yang mula- mula sekali berkembang. Konsep ilmu yang lebih lanjut seperti konsep perbandingan (komparatif) dan kuantitatif hanya dimungkinkan dengan adanya taksonomi yuang baik. Lineaus (1707- 1778) merupakan pelopor dalam penggolongan hewan dan tumbuh- tumbuhan secara sistematis. Dengan adanya klasifikasi ini, sehingga kita menganggap bahwa individu- individu dalam suatu kelas tertentu memiliki ciri- ciri yang serupa, maka ilmu tidak berbicara mengenai kasus individu.

Melainkan suatu kelas tertentu. Istilah manusia umpamanya memberikan pengertian tentang suatu kelas yang anggotanya memiliki ciri- ciri tertentu yang serupa. 2) Anggapan bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu.

Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek dalam suatu keadaan tertentu. Kegiatan ini jelas tidak dapat dilakukan bila objek selalu berubah- ubah tiap waktu. Walaupun begitu kita tidak dapat menuntut adanya kelestarian yang absolut, sebab dalam perjalanan waktu setiap benda akan mengalami perubahan. Karena itu ilmu hanya menuntut adanya kelestarsian yang relatif.

Artinya sisfat- sifat pokok dari suatu benda tidak berubah dalam jangka waktu tertentu. Tercakup dalam pengertian ini adalah pengakuan bahwa benda- benda dalam jangka panjang akan mengalami perubahan dan jangka waktu ini berbeda- beda untuk tiap benda.

Planet-planet memperlihatkan perubahan dalam waktu yang relatif sangat panjang bila dibandingkan dengan sebongkah es batu di suatu panas terik di musim kemarau. Kelestarian yang relatif dalam jangka waktu tertentu ini memungkinkan kita untuk melakukan pendekatan keilmuan terhadap objek yang sedang diselidiki. 3) Determinisme merupakan asumsi ilmu yang ketiga.

Kita menganggap bahwa suatu gejala bukanlah suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Setiap gejala mempunyai suatu pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan- urutan kejadian yang sama. Bahwa sate dibakar akan mengeluarkan bau yang merangsang. Hal ini bukanlah suatu kebetulan sebab memang sudah demikian hakikatnya suatu pola.

Sebab bila sate dibakar akan senantiasa timbul bau yang merangsang. Demikian juga dengan gejala- gejala yang lainnya yang kita temui dalam kehidupan sehari- hari, sesudah langit medung maka turunlah hujan atau sesudah gelap terbitlah terang.

Namun seperti juga dengan asumsi kelestarian, ilmu tidak menuntut adanya hubungan sebab akibat yasng mutlak sehingga suatu kejadian tertentu harus selalu diikuti oleh suatu kejadian yang lain, ilmu tidak mengemukakan bahwa X selalu mengakibatkan Y. Melainkan mengatakan bahwa X memnya Y. Determinisme dalam pengertian ilmu mempunyai konotasi yang bersifat peluang (probabilistik). Statistika merupakan metode yang menyatakan hubungan probabilistik antara gejala- gejala dalam penelaahan keilmuan.

Sesuai dengan peranannya dalam kegiatan ilmu, maka dasar statistika adalah teori peluang. Statistika mempunyai peranan yang menentukan dalam persyaratan- persayaratan keilmuan sesuai dengan asumsi ilmu tentang alam. Tanpa statistika hakikat ilmu akan sangat berlainan.

Menurut Jujun (1990:89) Dalam mengembangkan asumsi maka harus diperhatikan beberapa hal. Pertama, asumsi harus relevan dengan bidang ilmu dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan. Asumsi bahwa manusia dalam administrasi adalah “manusia administrasi” kedengarannya memang filsafati namun tidak mempunyai arti apa- apa dalam penyusunan teori- teori administrasi. Asumsi manusia dalam administrasi yang bersifat operasional adalah mahluk ekonomis, makhluk sosial, makhluk aktualisasi diri, atau makhluk yang kompleks. Berdasarkan asumsi- asumsi ini maka dapat dikembangkan berbagai model, strategi dan praktek adminisrasi.

Asumsi bahwa manusia adalah manusia administrasi, dalam pengkajian administrasi, akan menyebabkan kita berhenti disitu. Seperti sebuah lingkaran, setelah berputar- putar, kita kembali ketempat semula. Kedua, asumsi ini harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya“ bukan “bagaimana keadaan seharusnya” asumsi yang pertama adalah asumsi yang mendasari telaah ilmiah sedangkan asumsi kedua adalah asumsi yang mendasar telah moral. Sekiranya dalam kegiatan ekonomis maka manusia yang berperan adalah manusia “yang mencari keuntungan yang sebesar- besarnya dengan korbanan sekecil- kecilnya” maka itu sajalah yang kita jadikan pegangan tidak usah ditambah sebaiknya begini, atau seharusnya begitu. Sekiranya asumsi semacam ini digunakan dalam penyusunan kebijaksanaan (policy), atau strategi serta penjabaran peraturan lainnya maka hal ini bisa saja dilakukan asal semua itu membantu kita dalam menganalisis permasalahan. Namun penetapan asumsi yang berdasarkan keadaan yang seharusnya ini seyogyanya tidak dilakukan dalam analisis teori keilmuan sebab metafisika keilmuan berdsarkan kenyataan sesungguhnyan sebagaimana adanya. Seorang ilmuan harus benar- benar mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis keilmuannya.

Sebab jika menggunakan asumsi yang berbeda, maka berbeda pula konsep pemikiran yang dipergunakan. Sering kita temui bahwa asumsi yang melandasi suatu kajian keilmuan tidak bersifat tersurat melainkan tersirat. Asumsi yang tersirat ini kadang- kadang menyesatkan, sebab selalu terdapat kemungkinan bahwa kita berbeda penafsiran tentang sesuatu yang tidak dinyatakan, oleh karena itu maka untuk pengkajian ilmiah yang lugas lebih baik dipergunakan asumsi yang tegas (Jujun, 1990:90) Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa asumsi ilmu sangat diperlukan karena setiap ilmu memerlukan asumsi. Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar.

Dan Asumsi inilah yang memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan kita. Ilmu mempunyai tiga asumsi mengenai objek empiris. Pertama, Menganggap objek- objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain. Kedua, Anggapan bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangaka waktu tertentu, dan yang ketiga Determinisme, merupakan asumsi ilmu yang menganggap bahwa suatu gejala buakanlah suatu kejadian yang bersifat kebetulan, Setiap gejala mempunyai suatu pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan- urutan kejadian yang sama. Resource Referensi: Oktober 2009. Oktober 2009 http: //powermathematics.blogspot.com, Diakses Oktober 2009.

Http: //wikipedia.com, Diakses Oktober 2009. Munir Misnal. Pemikiran Filsafat Barat. Yogyakarta: Kerjasama UGM dan Depdikbud. Nasoetion Andi Hakim. Pengantar ke Filsafat Sains. Bogor: Litera Antarnusa.

Poedjawidjawijatna, 1991. Tahu dan pengetahuan: Pengantar ke Ilmu dan Filsafat. Jakarta: Rineka Cipta. Salam, Burhanudin. Logika Materiil: Filsafat Ilmu Pengetahuan.

Jakarta: Rineka Cipta. Suhartono, Suparlan. Filsafat Ilmu Pengetahuan.

Jakarta: Ar-Ruzz. Filsafat Ilmu dan Perkembanganya di Indonesia. Jakarta: Bumi aksara Suriasumantyri, Jujun. Filsafat ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Ilmu dalam Perspektif: Sebuah kumpulan karangan tentang hakekat Ilmu.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hak Asasi Manusia (HAM) adalah wewenang manusia yang bersifat dasar sebagai manusia untuk mengerjakan, meninggalkan, memiliki, mempergunakan atau menuntut sesuatu baik yang bersifat materi maupun immateri.

Secara historis, pandangan terhadap kemanusiaan di Barat bermula dari para pemikir Yunani Kuno yang menggagas humanisme. Pandangan humanisme, kemudian dipertegas kembali pada zaman Renaissance. Dari situ kemudian muncul pelbagai kesepakatan nasional maupun internasional mengenai penghormatan hak-hak asasi manusia.

Puncaknya adalah ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan Declaration of Human Right, disusul oleh ketentuan-ketentuan lain untuk melengkapi naskah tersebut. Secara garis besar, hak asasi manusia berisi hak-hak dasar manusia yang harus dilindungi yang meliputi hak hidup, hak kebebasan, hak persamaan, hak mendapatkan keadilan, dll. Jauh sebelum Barat mengonseptualisasikan hak asasi manusia, terutama, sejak masa Renaissance, Islam yang dibawa oleh Rasulullah telah mendasarkan hak asasi manusia dalam kitab sucinya. Beberapa ayat suci al-Qur’an banyak mengonfirmasi mengenai hak-hak tersebut: hak kebebasan, hak mendapat keadilan, hak kebebasan, hak mendapatkan keamanan, dll. Puncak komitmen terhadap hak asasi manusia dinyatakan dalam peristiwa haji Wada di mana Rasulullah berpesan mengenai hak hidup, hak perlindungan harta, dan hak kehormatan. Sama halnya dengan hak asasi manusia, demokrasi yang berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, secara historis telah ada sejak zaman Yunani Kuno sebagai respons terhadap pemerintahan otoriter yang tidak menutup partisipasi rakyat dalam setiap keputusan-keputusan publik. Melalui sejarah yang panjang, sekarang demokrasi dipandang sebagai sistem pemerintahan terbaik yang harus dianut oleh semua negara untuk kebaikan rakyat yang direalisasikan melalui hak asasi manusia.

Hak asasi manusia hanya bisa diwujudkan dalam suatu sistem yang demokrasi di mana semua warga memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara. Sama halnya dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip demokrasi seperti kebebasan, persamaan, dll. Terdapat juga dalam Islam. Beberapa ayat al-Qur’an mengonfirmasi prinsip-prinsip tersebut.

Selain itu juga, praktik Rasulullah dalam memimpin Madinah menunjukkan sikapnya yang demokratis. Faktanya adalah kesepakatan Piagam Madinah yang lahir dari ruang kebebasan dan persamaan serta penghormatan hak-hak asasi manusia. Sumber buku Pendidikan Agama Islam Karya Ali Nurdin, Syaiful Mikdar, Wawan Suharmawan Jika Anda ingin ambil Rangkuman buku tersebut selengkapnya silakan klik. Ilmu pengetahuan atau sains (science) merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah.Kata kunci disini adalah metode atau cara pemerolehan pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh secara kebetulan belum merupakan ilmu/sains.

Pengetahuan sehari-hari masih merupakan suatu fakta. Beberapa fakta yang dihubungkan dan diperoleh keterkaitan akan membentuk suatu konsep, yang merupakan abstraksi atau deskripsi keterkaitan antar fakta. Generalisasi konsep yang dilakukan melalui suatu metode ilmiah (scientific method) akan membentuk suatu prinsip atau teori. Metode ilmiah adalah mekanisme atau cara mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu struktur logis yang diawali dengan perumusan masalah, pengumpulan data/informasi/fakta, analisis data, dan penarikan kesimpulan.

Buku Pengantar Filsafat Buku berikut Semua dikemas dalam bentuk file PDF berisi materi antara lain: Bab 1. Berisi tentang definisi filsafat, latar belakang timbulnya filsafat, obyek filsafat, ciri-ciri pemikiran filsafat, filsafat ilmu dan agama, cabang,cabang filsafat, manfaat belajar filsafat Bab 2. FILSAFAT INDIA, ciri-ciri filsafat india, metode filsafat India, periodisasi filsafat India, Beberapa aliran penting ( carvaka, jaunisme, budhisme, Nyaya dan vasiseka, sankhya dan Yoga, purva mimamsa, uttra mimmansa, pasupata, sakta, pancaratra, Konsep keselamatan daam hindhuisme Bab 3.

FILSAFAT CINA, ciri-ciri filsafat cina, priodisasi filsafat cina, Zaman Neo Taoisme dan Budhiesme, zaman konfusianisme, zaman modern Bab 4. FILSAFAT BARAT, Ionia tempat lahirnya filsafat barat, masa prasokrates, masa Sokrates Bab 5. FILSAFATR BARAT ABAD PERTENGAHAN, masa patristik, masa skolastik Bab 6. FILSAFAT BARAT ZAMAN MODERN, renaissance, filsafat abad XVII ( rasionalisme dan empirisme),filsafat abad XVIII (aufklaerung), filsafat abad XIX (idealisme Jerman, Positivisme, materialisme) Bab 7. FILSAFAT BARAT ZAMAN KOMYEMPORER, pragmatisme, vitalisme, venomenologi, ekstensialisme, filsafat analisis, strukturalisme, post modernisme. Pengertian Ketuhanan Yang Mahaesa dalam Pendidikan Islam Ditulis oleh Tadjuddin Manshur Falsafah Negara Pancasila, Sila Pertama Disebut Ketuhanan yang Maha Esa; Masalah ke-Tuhanan merupakan suatu hal yang pokok/dasar dalam setiap agama, sehingga suatu agama yang tidak ada/tidak Jelas Tuhannya maka bukanlah agama.

Semua agama mengajarkan bahwa Tuhan itu Esa (tunggal) yang dalam istilah agama disebut Tauhid; artinga meng-Esakan Tuhan yaitu Allah SWT. Namun demikian bahwa KeTuhanan Yang Maha Esa tersebut mempunyai penafsiran yang berbeda di antara satu agama dengan agama lainnya, baik itu dalam islam, Kristen, Hindu maupun Budha. Perbedaan-perbedaan tersebut harus diterangkan, agar supaya berdasarkan pengertian tentang adanya perbedaan itu akan timbul saling pengertian dan hargamengharagi antara satu sama lain, sehingga tidak menimbulkan pertengkaran/perpecahan dalam kehidupan bermasyarakat. Sehubungan hal tersebut, dalam makalah inidiuraikan pula beberapa pandangan agama selain islam tentang Ke-Esaan Tuhan. Hal ini dimaksudkan hanya untuk memperjelas.

Islam menekankan dengan sungguh-sungguh tentang ke-Esaan Tuhan. Tuhan itu adalah benar-benar Esa/Tunggal;, Esa murni dalam arti Tuhan yang tidak dapat dipisahpisahkan lagi atau bukan merupakan kumpulan (kesatuan) dari satuan-satuan lain.Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an antara lain: Surat Al-Ikhlas, ayat 1-4, yang artinya; Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa;Allah adalah Tuhan, yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu; Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakan; dan tidak seorangpun yang setara dengan dia.

Surat-Ash-Shad, ayat 65, yang artinya:. Dan sekali-sekali tidak ada Tuhan, selain Allah Yang Maha Esa dan Maha mengalahkan. Surat Al-Baqarah ayat 163, yang rtinya: Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dunia dimana kita ni hidup menunjukkan berbagai macam keragaman. Penciptaan adalah banyak, tetapi Sang Pencipta adalah Satu. Selain daripada kepercayaan agama, kita dapat mencapai kesimpulan tentang ke-Esaaan hakikat eksistensi dengan jalan logika atau dengan pengalaman duniawi atau dengan pengalaman kejiwaan kita sendiri.

Adlah suatu hukum daripada science, bahwa kita ini hidup dalam alam yang penuh dengan berbagai macam ragam gejala, tetapi satu sama lain saling berhubungan. Bintang yang jauh gemerlap di atas, secara kausal erat hubungannya dengan dinginnya tanah yang dipijak oleh kaki kita di bawah.

Biji besi dan batubara di dalam perut bumi sangat erat hubungannya dengan matahari yang kelihatan di atas kita. Batu-batu karang yang keras di dalam lautan sangat rapat hubungannya dengan daun rumput yang lemah gemulai di daratan. Konsepsi tentang kesatuan eksistensi ini adalah merupakan hukum yang fundamental dalam science, juga dalam agama. Dalam hal ini Al-Qur’an mengajukan argumentasi yang sangat sederhana: andaikata ada pada langit dan bumi Tuhan selain Allah niscaya rusak binasalah kedua-duanya itu (Al-Anbiya, 22). Andaikata ada Tuhan selain Allah, niscaya tata semesta ala mini tidak ada yang stabil, dan tidak ada hukum alami dapat berjalan.

Demikian juga dalam science, alam ini adalah satu, dan berbagai macam ragaman ini diikat dengan berbagai kesatuan hukum dan semua kesatuan hukum itu akhirnya dari kesatuan hukum yang meliputi seluruhnya. Dalam science, penglaman-pengalaman membenarkan hipotesa ini, tetapi science hanya menggarap penonema indrawi saja.

Agama menekankan bahwa dunia yang dipahami dengan pengertian juga merupakan satu kesatuan, sekalipun dunia pengertian; itu tidak berhadapan dengan kita sebagai suatu fakta yang indrawi. Plato menerAngkan dengan jalan akal yang logis untuk menyusun sebuah piramida daripada idea.

Berbagai macam ragaman daripada dunia lahiri ini adalah merupakan dasar daripada piramida itu; di atas dasar itu terdapatlah berbagai macam idea; dan berbagai macam idea makin berkurang apabila kita meningkat lebih atas lagi hingga kita sampai kepada puncak piramida dimana hanya ada satu idea, idea daripada seantero idea yang plato katakana kebaikan; dan dari kebaikan inilah semua idea bersumber dan dengan perantaraannya dunia ini menjadi ada. Filsafat mencapai kesimpulan tentang keharusan adanya kesatuan akal. Ahli fisika mengidentikkan totalitas daripada eksistensi ini dengan dunia indrawi dan ia menganggap tidak benar melampaui hal itu. Ahli filsafat platonis mengidentikkan realitas dengan akal dan ia menganggap suatu kemustahilan untuk melampaui dibalik akal, sebab sampai disitu akal telah sampai kepada klimaksnya. Akal harus berhenti sampai kesitu.

Tetapi bagi agama, kesatuan alam semesta dan kestuan akal, kedua-duanya menunjukkan kepada adanya kesatuan yang terakhir darimana kedua kesatuan itu’pikiran dan benda- bersumber. Pikiran manusia, secara psikologis, juga merupakan satu kesatuan. Apakah sebenarnya fikiran itu, apakah mind; dalam bahasa inggris ataukah jiwa;, tetapi satu hal tak dapat dibantah, ialah bahwa ia itu merupakan pengalaman atau appercepsi. Menurut Islam semua yang ada dalam alam ini dihubungkan dengan satu hukum atau dengan satu kemauan yang kreatif, sebab Sang Penciptanya adalah satu. Profesor Hoffding, seorang ahli sejarah filsafat yang terkenal itu, menyatakan bahwa di dunia Barat kepercayaan pada monotheisme mendapat kemajuan yang besar karena kemajuan science yang didasarkan kepada kesatuan eksistensi, yang dapat dibuktikan dengan penemuan demi penemuan ilmiah. Monisme dari science dan monotheisme daripada agama adalah sangat dekat satu sama lain.

Dalam perjalanan sejarah, manusia seringkali mulai dengan kepercayaan tentang banyak Tuhan, yang Tuhan satu sama lain tidak ada hubungannya sama sekali, atau bahkan Tuhan yang satu bermusuhan dengan Tuhan yang lainnya, tetapi akhirnya mereka sampai kepada idea tentang Esanya Tuhan. Demikian juga penemuan-penemuan alami dimulai dengan penemuan-penemuan kebanyakragaman dari alam semesta ini, hingga akhirnyasamapi kepada satu idea tentang kesatuan alam semesta ini. Dimana mereka menemukan bahwa berbagai macam penomena alami yang paling jauh diketahui tunduk kepada satu hukum yang sama dan saling berhubungan kausal satu sama lain. Di samping akal dan dunia, Tuhan juga terasa dalam kesadaran moral manusia.

Download Buku Pengantar Filsafat Ilmu Pdf Software

Immanuel Kant menyatakan bahwa hal yang menakutkan dia; langit yang bertaburan bintang-bintang di atas dan hukum moral yang ada di dalam dirinya sendiri. Dalam kedua dunia ini; dunia atas dan dunia dalam ia berusaha untuk menemukan kesatuan dan uniformnya hukum yang menguasainya. Rupa-rupanya ia mendapatkan kesukaran untuk menyatukan dua kesatuan itu dalam satu kesatuan yang fundamental, darimana kedua-duanya itu bersumber. Ia meninggalkan hal itu dalam bidang kepercayaan, dengan memegang teguh thesisnya bahwa agama baru mulai dimana filsafat berhenti. Agama Islam adalah Monotheisme Menurut Islam, Tuhan yang benar adalah monotheistic dan semua nabi-nabi mengajarkan monotheis. Dalam deretan perkembangan agama daripada anak cucu Israil, Al-Qur’an dengan khusus menyebutnya nabi Ibrahim AS yang mengajarkan monotheisme dalam bentuk yang amat tegas lagi jelas dan Nabi Muhammad SAW sendiri menyatakan berulang kali bahwa iamengambil jalan yang benar sebagaimana jalan yang dilalui oleh Nabi Ibrahim AS yang menolak penyembahan berhala dan menolak anggapan berbagai macam gejala alam sebagai Tuhan. Sebagaimana firman Allah SWT menyatakan: Lantaran itu, turutlah agama Ibrahim yang lurus; dan bukanlah ia seorang daripada kaum musyrik.

(Al-Imran: 95). Kemudian kami wahyukan kepadamu hendaklah engkau turut agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah ia daripada golongan musyrik. (An-Nahl: 123).

Di dalam agama Hindu, kita juga melihat perkembangan yang lama dan berangsur-angsur dari polytheisme dan penyembahan gejala alam kepada monotheisme dan monisme spiritual. Demikian juga agama Kristen. Yesus atau Isa Bin Maryam, adalah seorang monitheis dan banyak juga dari orang-orang Kristen yang tetap monotheis. Tetapi ajaran trinitas mengaburkan monotheisme agama Kristen dengan memasukan ajaran inkarnasi dan ajaran adanya tiga oknum yang co-eternal dan sejajar, yang semuanya itu adalah satu, tetapi dalam waktu yang sama adalah juga tiga. Ajaran ini karena tidak bisa dipahami oleh agama Kristen dikatakan Mystery; (ajaran yang rahasia).

Inilah sebabnya, maka Professor Willfred Cantwell Smith, seorang Guru Besar Perbandingan Agama di McGill University Canada menyatakan bahwa orang-orang Kristen membuat kesalahan fundamental lagi sangat keji, ialah mereka menyembah utusan Tuhan (Jesus) dengan mengabaikan ajaran-ajarannya. Ini pulalah sebabnya maka professor H.A.R Gibb seorang ahli ilmu pengetahuan Islam terkenal dari Oxford University menyatakan bahwa methapor-methapor dimana ajaran Kristen diungkapkan mwmuaskan dia secara akal sebagai pelahiran simbolis tentang kebenaran rohani yang paling tinggi asal methapor-methapor itu tidak diinterprestasikan dalam pengertian-pengertian dogma yang anthropomorphis, tetapi sebagai pengertian umum dengan mengingat pandangan orang-orang Kristen yang berubah-ubah tentang kodrat alam semesta. Islam menganggap tidak ada gunanya dan bahkan salah kepercayaan Trinitas itu dan Al-Quran antara lain menyatakan: Sesungguhnya telah kafir-lah orang-orang yang berkata bahwa Allah itu ialah masih anak Maryam. ( Al-Maidah: 72). Sesungguhnya telah kafir-lah orang-orang yang berkata, bahwa Allah adalah yang ketiga daripada tiga, padahal tidak ada Tuhan melainkan Tuhan Yang Maha Esa. (Al-Maidah: 73).

Agama Zoroaster pada azasnya adalah juga monotheis, sekalipun monotheismenya itu dalam beberapa hal dikaburkan oleh kepercayaan yang henotheistis tentang adanya dua prinsip yang relative berpisah dan bermusuhan satu sama lainnya, ialah terang dan gelap atau ahura dan ahriman yang satu sama lain selalu berlawanan. Soal Buddhisme adalah berbeda sedikit.

Pada umunya para sarjana agama menganggap bahwa Buddhisme iru merupakan agama yang tidak bertuhan. Buddha mengajarkan tentang peningkatan kerohanian manusia yang dapat dicapai dengan memahami dan mengikuti hukum-hukum moral yang menurut di adalah kasih sayang dan penolakan keinginan-keinginan yang sifatnya pribadi dan jasmani. Ia menolak ajaran Trimurti Hindu, tetapi ia tidak mengajarkan dan tidak menolak ajaran tentang keesaan Tuhan. Tetapi ajarannya tentang Nirwana sekalipun digambarkan dalam ungkapan-ungkapan yang negative sebagai suatu keadaan dimana semua sakit dan batasan-batasan hidup dan semua ketakutan dan kesusahan hilang, adalah merupakan keadaan yang positif daripada ke-Tuhanan, sebagaimana dapat digambarkan oleh pengalamanpengalaman ahli-ahli mistik besar dalam berbagai macam agama dalam seantero waktu. Jiwa manusia dapat mencapai kesatuan dengan yang Maha Suci sekalipun kesatuan itu tidak dapat digambarkan oleh otak manusia karena kesatuan dan perpisahan adalah istilah-istilah yang dipinjam dari dunia yang terbatas oleh runag dan waktu. Kita barangkali saja dapat menyatakan, bahwa Buddha adalah seorang monotheis dalam arti mistis, sekalipun pandangannya yang negative daripada filsafat Buddhisme terhadap hidup dan kehidupan duniawi ini tidak dapat diterima oleh Islam.

Kita tidak dapat berkata bahwa usaha pemurnian dan penjernihan ajarn-ajaran Buddha telah mendapat hasil yang banyak dewasa ini, tetapi kalau dalam agama Hindu maka dengan mempelajari pikiran-pikiran pembaharuan-pembaharu agama Hindu sejak daripada Ram Mohan Roy sampai kepada Gandhi orang dapat memperoleh pengertian bahwa Hinduisme baru itu adalah makin hari makin monotheistis. Swami Rama Tiratha, Swami Vivekanada, Swami Dajananda, Ramakrishna Parmahansa dan lain-lain pembaharu modal dan agama Hindu adalah dalam beberapa hal monotheis sebgaian dari mereka dengan menekankan kepada Tuhan yang lebih pribadi dan yang lainnya kepada Tuhan yang lebih tidak pribadi, dengan cara pendekatan dari segi fiksafat atau mistik. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengaku agama yang paling oertama yang mengajarkan monotheisme atau ke-Esaan Tuhan.

Sebaliknya islam menekankan bahwa kepercayaan tentang ke-esaan Tuhan itu adalah sama tuanya dengan lahirnya manusia dan itulah kebenaran agama. Islam mengajarkan bahwa semua nabi-nabi mengajarkan kebenaran yang fundamentil itu dan semua kitab-kitab suci agama mengajarkan tentang ajaran monotheisme itu. Tetapi kepercayaan itu dari waktu ke waktu oleh tangan manusia, dan nabi demi nabi diutus oleh Allah kepada berbagai macam bangsa dan kelompok umat manusia untuk mengembalikan kebenaran yang asasi itu. Oleh karena itu kesatuan asasi daripada seluruh agama adalah merupakan salah satu ajaran islam. Ajaran agama-agama besar satu sama lain berbeda dalam cara-cara peribadatannya dan hukum-hukumnya, karena bedanya lingkungan, waktu dan tempat, tetapi kepercayaan tentang keesaan Tuhan adalah sama pada seluruh agama. Menurut Al-Qur’an kepercayaan tentang ke-esaan Tuhan itu dan usaha untuk menyempurnakan kebaktian Tuhan itulah merupakan pokok daripada semua agama yang benar. Rupa-rupanya adalah merupakan bukti yang besar tentang kebenaran islam, bahwa pembaharu-pembaharu dan ahli pikir dalam berbagai agama adalah sibuk terus dalam memurnikan dan membersihkan kepercayaan mereka sendiri-sendiri dari berbagai macam campuran dan menggali dari kitab-kitab suci mereka tentang bukti adanya kepercayaan tentang ke-Esaan Tuhan ini; dan mereka menerangkan bahwa kepercayaan tentang ke-Esaan Tuhan itulah ajaran yang sebenarnya dari agama mereka, sedang lain-lainnya adalah merupakan tambahan atau produk dari pemikiran ahli-ahli theology kemudian saja.

Ke-Esaan Tuhan, sebagaimana diajarkan islam sebagai dasar semua agama yang benar, tidak hanya merupakan kepercayaan metaphisis saja tentang realitas. Pentingnya kepercayaan itu dalam kehidupan duniawi sangat dalam lagi lua. Sebagaimana tadi telah diterangkan, bahwa pada kepercayaanlah science dan agama bertemu, sekalipun science tidak pasti menuju kepada ke-Esaan Tuhan, tetapi berhenti pada kesatuan penomena-penomena eksistensi indrawi. Monisme scientific adalah tidak pasti menuju monotheisme, tetapi ia adalah merupakan langkah menuju kearah monotheisme.

Dengan menolak kepercayaan tentang adanya benyak Tuhan yang berdiri sendiri sendiri dengan kemauannya masing-masing untuk menciptakan dan campur tangan dalam segala macam penomena alami ini, maka monotheisme menjadi sahabat karib bagi pemikiran-pemikiran scientific. Dari kepercayaantentang ke-Esaan Tuhan berakibat bukan hanya kesatuan eksistensi saja, tetapi juga kesatuan umat manusia seanteronya. Di atas telah diterangkan, bahwa kesatuan yang esensil daripada semua agama adalah merupakan ajaran pokok daripada islam. Itu adalah akibat daripada ke-Esaan Tuhan. Islam mengajarkan bahwa sebagai akibat ajaran tentang ke-Esaan Tuhan, ialah kesatuan seantero umat manusia.

Al-Qur’an berulangkali menekankan bahwa umat manusia seluruhnya adalah diciptakan dari seorang, dan Allah meniupkan rohnya pada Adam, yang dalam berbagai ayat dalam Al-Qur’an diidentikkan dengan manusia asal jenis manusia, Islam tidak menyatakan, bahwa manusia itu seragam dalam segala segi aspeknya. Tetapi Al-Qur’an menekankan bahwa perbedaan bahasa dan cara hidup dalamberbagai bangsa atau kelompok ummat manusia adalah merupakan tanda-tanda kekuasaan Tuhan.

Dalam hal itu pula ditekankan, bahwa dalam asasnya ummat manusia seluruhnya adalah satu dan oleh karenanya semua bangsa dan kelompok ummat manusia hendaknya berusaha untuk mencari persetujuan dalam berbagai soal-soal asasi; dan bahwa soal asasi yang paling esensi adalah kepercayaan bahwa Tuhan adalah Esa dan bahwa semua manusia adalah hanya satu keluarga. Dan sebagian daripada tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah penciptaan langit dan bumi dan perbedaan bahasa kamu dan warna kamu; sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.(Ar-Rum: 23). Adalah manusia itu satu ummat yang tunggal.(Al-Baqarah:213). Persaudaraan dan persatuan seantero ummat manusia adalah hanya merupakan akibat yang langsung dari kepercayaan tentang ke-Esaan Tuhan. Demikian pula kesatuan moral adalah juga merupakan akibat yang langsung daripada kepercayaan tentang ke-Esaan Tuhan. Sekalipun bangsa-bangsa dan kelomopok-kelompok ummat manusia berbeda dalam adat kebiasaan dan tatacara hidupnya, namun seharusnya ada satu ukuran moralitas yang obyektif bagi mereka semua itu. Ukuran moral yang dualistic, satu utnuk bangsa atau golongannya sendiri dan yang lainnya untuk bangsa dan golongan bangsa yang lain, seharusnya tidak bisa kita tolerir.

Nietzsche membedakan tentang ukuran moral bagi bangsa tuan dan ukuran moral bagi bangsa budak, sebagaimana sementara orang membedakan antara kode moral bagi lelaki dan kode moral bagi wanita. Islam menekankan bahwa manusia seluruhnya adalah satu, kode moralnya pun harus satu pula. Dalam ayat-ayat A-Qur’an berhubungan dengan moral maka Allah dalam firman-Nya selalu membarengkan antara lelaki dan wanita dan hanya dalam ajaranajaran moral yang bukan esensi maka ayat-ayat Al-Qur’an mempunyai anjuran-anjuran yang khusus untuk lelaki dan anjuran yang khusus untuk wanita. Jadi kesatuan hukum morak adalah akibat yang langsung daripada kesatuan ummat manusia adalah akibat langsung daripada ke-Esaan Tuhan. Dalam deretan sifat-sifat Tuhan maka sifat ke-Esaan Tuhan inilah yang paling ditekankan dalam Al-Qur’an.

Sifat inilah kalau dibandingkan dengan sifat-sifat Tuhan yang paling mudah dipahami. Keesaan Tuhan sebagai Problem Theologi Karena tidak demikian mudahnya memahami soal-soal yang berhubungan dengan Ketuhanan, maka timbullah berbagai macam aliran pikiran dalam theology. Dalam islam juga ada aliran-aliran theology, demikianjuga dalam agama Kristen.

Diantaranya sebab-sebab yang pokok ialah karenaTuhan tak terbatas itu tidak dapat dipahami oleh akal yang terbatas dan kerana Tuhan Yang Mutlak itu tak dapat dipahami oleh sesuatu yang relative (nisbi). Untuk mengetahui dunia secara kwalitatif dan kwantitatif orang dilengkapi dengan organisme dengan indera-indera yang khusus yang dengan itu dapat mencapai tujuan-tujuan yang sifatnya biologis. Akalpun berurat berakar pada indera kerja, kerja akal itu hanya merupakan eksistensi daripada indera. Akal orang adalah merupakan alat perjuangannya untuk eksistensinya dan adaptasi terhadap keadaan sekitarnya. Indera-indera dan akal adalah terbatas dan nisbi ini menggarap soal-soal yang terbatas dan nisbi pula.

Manusia sekalipun telah mencapai tingkatan science yang amat tinggi dan berfikir secara logis, namun ia tidak dapat dengan sebenar-benarnya memahami tentang kodrat (nature) daripada atom, juga tidak bisa memahami dengan sebenar-benarnya tentang tumbuhnya sehelai daun rumput. Oleh karena itu adalah tidak sepatutnya bahwa manusia mempunyai prestensi dapat mengetahui sifat-sifat daripada sumber yang terakhir daripada semua yang hidup dan semua eksistensi ini.

Ini adalah kesulitanyang pertama. Lalu masalah ada lagi kesulitan dalam memahami Ketuhanan itu.Bahasa yang dipakai orang adalah bahasa inderawi. Tiap-tiap kata dalam bahasa orang adalah berhubungan dengan indera.

Bagaimanakah bisa sifat-sifat Tuhan dapat digambarkan dalam bahasa manusia, Tuhanyang tidak berada dalam waktu dan tempat juga tidak bisa menjadi obyek daripada indera kita. Bagi manusia nilai-nilai dan pemikiran-pemikiran yang paling tinggi adalah terbatas pada kodrat daripada pikiran dan badan wadak kita. Bagaimana kita dapat mencapai apa yang ada di luar kodrat kemanusiaan kita dan hubungannya dengan kehidupan dan apa yang ada ini: Apakah kita ini akan menghancurkan agam yang benar dan menyebabkan orang terperosok ke dalam salah satu daripada nihilisme moral dan intektual atau menurunkan idea tentang Tuhan dengan menjadikan Dia seorang Tuhan yang dapat diketahui, Tuhan yang tentu lebih rendah daripada orang yang mengetahui, karena sesuatu yang diketahui itu tentu dapat diliputi dan dikuasai oleh yang mengetahui. Oleh karena itu agam tidak bisa didasarkan kepada ketidak pengetahuan sama sekali tentang Tuhan dan tidak bisa didasarkan kepada pengetahuan yang sempurna tentang Tuhan. Juga pengetahuan tentang Tuhan tidak dapat dicapai oleh akal manusia. Tuhan tidak dapat secara logika diformulirkan, juga tidak bisa dipahami secara psikologis. Tiap usaha untuk memahami Tuhan oleh akal selalu berakhir dengan peniadaan terhadap Tuhan.

Spinoza menyatakan bahwa tiap definisi adalah merupakan pembatasan pengetahuan, sebagaimana kita mengetahui, adalah hubungan subyektif. Maka bagaimana kita dapat mengetahui sesuatu yang bukan subyek, bukan obyek, juga bukan sesuatu yang merupakan hubungan obyek dan subyek. Ibn Chaldun menyatakan bahwa aksi adalah merupakan sesuatu timbangan yang tepat dan catatan-catatannya adalah pasti dan dapat dipercaya. Tetapi mempergunakan akal untuk menimbang soal-soal yang berhubungan dengan ke-esaan Tuhan, atau hidup setelah mati, atau hakekat wahyu atau sifat-sifat Tuhan, atau soal-soal lain seperti itu yang berada di luar jangkauan akal, adalah seperti mencoba mempergunakan timbangan tukang emas untuk menimbang gunung. Ini tidak berarti bahwa timbangan itu yang tidak tepat. Al-Qur’an menyatakan:;sedang mereka tidak meliputi Allah dengan pengetahuan mereka.

(Thaha: 110). Selain daripada itu, dalam kesadaran beragama selalu terdapat garis pemisah antara yang disembah dengan orang yang menyembah. Kesadaran bahwa yang disembah itu adalah Maha Kuasa lagi Maha Suci danyangmenyembah adalah lemah lagi berdosa.

Ini seringkali menimbketegangan batin, danketegangan batin itu terdapat pada semua agama. Semua agama menekankan tentang lainnya Tuhan daripada apa yang bukan Tuhan. Tetapi dalam waktu yang sama orang yang menyambah sadar tentang dekatnya Tuhan kepadanya, orang menyembah tidak mungkin memisahkan idea tentang Tuhan daripada pengalaman keagamaannya sendiri. Dalam sejarah timbulnya agama, maka ajaran daripada nabi-nabi atau pembawa-pembawanya, dua elemn itu berdampingan, kurang lebih disintesakan, karena sebenarnya dari menjadi satunya dua elemen itu dalam pengalaman kerohaniannya sendiri, maka kekuatan yang kreatif dapat timbul. Tetapi dalamkehidupan agama-agama itu masing-masing ditangan pengikut-pengikutnya, maka ketegangan batin itu timbul kembali.

Hsl inidapat dilihat dengan jelas umpamanya dalam surat-suat Paulus, juga dalam islam sendiri. Dalam sejarah masyarakat agama-agama yang berkembang, maka sementara pengikut-pengikutnya dapat juga mencapai sintese, entah sebagian entah hanya sementara waktu daripada dua elemen yang fundamentil itu yang rupa-rupanya merupakan dua konsep yang sangat berlainan. Tetapi sebagian besar daripada pengikut-pengikut agama-agama itu akan cenderung kepada salah satu dari kedua elemen itu, dan mereka akan menyembah kalau bukan Tuah yang lebih transcendent, maka mereka menyembah Tuhan yang lebih immanent. Dan sekalipun pemilihanyya itu seringkali ditentukan oleh perasaan dan responsi individual, namun kecenderungan itu seringkali malahan diatur secara institusionil seperti umpamanya dikalangan sekte calvinisme dan Quakerisme.

Di dalam islam ketegangan batin itu juga tampak. Dalam Al-Qur’an transendennya Allah itu berkalikali ditekankan dengan segala kemutlakan, yang rupa-rupanya tidak memberikan lobang sama sekali untuk ajaran immanent. Sekalipun demikian, ajaran transenden ini tidak menolak sifat asih dan dekatnya Tuhan, dimana Tuhan Yang Maha Suci itu sangat erat hubungannya dengan kehidupan rohani orang, hingga tuhan adalah lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya sendiri. (Al-Qur’an; Qaf: 16 ). Di dalam tiap-tiap agama memang terdapat unsure-unsur anthropomorphisme dan anthropopathisme, ialah memahami Tuhan dengan ukuran bentuk manusia dan memahami sifat-sifat Tuhan dalam bentuk perasaan manusia. Tetapi kalau kita dapat memahami bahwa sifat-sifat Tuhan, sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Qur’an dengan istilah-istilah manusia itu sebagai symbol dan mengetahui bahwa indera dan akal manusia adalah terbatas dan nisbi, maka bahaya akan jatuh dalam anthropomorphisme dan anthropopathisme dapat dihindarkan. Kalau kitab suci agama masing-masing adalah merupakan sumber yang paling autentik untuk memahami ajaran agama masing-masing tentang Ketuhanannya, maka karena jelasnya Al-Qur’an dalam menerangkan tentang konsepsi Ketuhanannya, maka inilah sebabnya dalam sejarah Theologi islam tidaklah terdapat bermacam-macam aliran yang sangat berbeda satu sama lain, sebagaimana terdapat dalam agama-agamalain.

Dalam sejarah theology islam hanya ada dalam periode tertentu yang memahami bahwa Tuhan adalah corporeal atau inderawi. Aliran itu adalah aliran Kkarramijah, dinisbatkan kepada pendirinya Muhammaf Karram. Atau terkenal dengan aliran Mudjassimah, dari kalimat djism yang artinya badan. Adapun ahli-ahli agama Muslim umumnya, juga para ahli para tasawwufnya tetap berpendirian bahwa kodrat (nature) daripada sifat-sifat Tuah sebagaimana yang ada pada-Nya tidak dapat diketahui. Ini adalah pendapat Abul Hasan Al-Asj’ari imam daripada ahli sunnah dalam bidang ilmu kalam, dan juga paham Djalaludin Ar rummi, adalah seorang ahli sufi teresar dalam iklan.

Dan kalau dilihat, dalam agama Kristen, sekte-sekte begitu banyak timbul, baik dulu maupun sekarang, barangkali diantara lain-lain adalah karena timbul, baik dulu maupun sekarang, barangkali diantara lain-lain adalah karena terdapatnya pasal-pasal dalam kitab sucinya tentang Ketuhanan yang satu sama lain sulit untuk disintesakan. Umpamanya dalam Bijbel terdapat pasal-pasal yang menekankan tentang ke-Esaan Tuhan seperti: Supaya diketahui oleh segala bangsa yang diatas bumi, bahwa Tuhan juga allah, dan tiadal Allah lain. (Raja-raja, 8-60). Enyahlah engkau dari sini, hai iblis, karena telah tersurat: hendaklah engkau menyembah Allah, Tuhanmu, dan beribadat kepada-Nya saja. (Matius, 4:10). Maka kepadamulah ia itu ditunjuk, supaya diketahui oleh mu bahwa Tuhan itulah Allah, dan kecuali Tuhan yang esa telah tiada yang lain lagi. (Ulangan, 4:35).

Tetapi ditempat-tempat lai terdapat pasal-pasal yang menyatakan Yesus itupun Tuhan, umpamanya: Tetapi kepada kita ada satu saja, yaitu Allah Bapak maka segala sesuatu daripada dia asalnya, dan kita menuju Dia, dan Tuhanpun satu juga, yaitu Yesus Kristus, oleh sebabnya ada segala sesuatu, dan kitapun ada oleh sebabnya.(I Korintus, 8:6). Karena orang yang semacam ini bukannya ber-Tuhankan perutnya sendiri; (Rum, 16:18). Karena ada beberapa orang merangkak masuk dengan sembunyi yaitu orang yangdahukunya sudah tersedia hukumannya; orang fasik, yang mengubahkan anugrah Allah tuhan kita kepada perkara melakukan percabulan,sambil menyangkal penghulu dan Tuhan kita Yang esa, yaitu Yesus Kristus. (Yahuda, 1: 4). Sedang dala tempat-tempat lain disebutkan bahwa Tuhan adalah lebih dari satu, umpamanya: Sebab itu pergilah kamu, jadikanlah sekalian bangsa itu muridmu, membaptiskan dia dengan nama Bapak, dan Anak dan Rohu ‘Kudus’, (Matius, 28:19). Tetapi penolong itu, yaitu Rohu’Kudus’ yang akan disuruhkan oleh Bapak atas namaku, ialah akanmengajarkankepadamu segala perkara itu danakanmeningkatkan kamu segala sesuatu yang Aku sudah katakan padamu. (yahya, 14: 26).

Karena tiga yang menjadi saksi di surga, yaitu Bapak dan kalam dan Rohu’kudus’, maka ketiganya menjadi satu; dan ada tiga yang menjadi saksi di bumi, yaitu Roh dan air dan darah, maka ketiganya itu menjadi satu tujuan. (Yahya, 5: 7-8). Dan masih banyak lagi dalam Bijbel terdapat pasal-pasal tentang Katuhanan yang satu sama lain sulit untuk digabungkan karena memang bertentangan satu sama lain. Kalau sejak abad-abad pertama dari sejarah gereja,soal Ketuhanan ini selalu mengalami kegoncangan yang diantara lain-lain ialah timbulnya paham gnostik dan doketisme, yang mengabaikan kemanusiaan Yesus, hingga dengandemikianperumusan-perumusan tentang Ketuhanan harus mengalami perubahan-perubahan, maka kami kira hingga sekarangpun salah satu problem yang terbesar dalam agam Kristen adalah dalam bidang Theologi, untuk merumuskan ke-Esaan Tuhan yang selain memuaskan kehisupan batin juga memuaskan kehidupan akal. Kesimpulan Setelah penulis menguraikan secara singkat tentang masalah ke-Esaan Tuhan menurut Al-Qur’an, maka dapatlah diambil beberapa kesimpulan, sebagai berikut: 1. Pengertian ke-EsaanTuhan,menurut Al-Qur’an adalah telah jelas dan tegas,bahwa Tuhanitu adalah Esa/ahad sebagaimana dinyatakan Al-Qur’an dalam Surat Al-ikhlas.

Penegasan tentang hal ini menunjukkan bahwa islamlah agama yang benar-benar menganut faham monotheisme yang murni. Dan hal inilah kiranya yang merupakan cirri khusus Islam yang tidak akan ter pengaruh karena perubahan zaman atau tempat.

Pengertian ke-Esaan Tuhan, menurut agama-agama selain islam, dapat dikataka pengakuan Esa, tetapi tidak murni. Hal ini karena masih mengakui Ilah-ilah (Tuhan-tuhan) yang lain. Sehingga tidak monotheistic lagi, bahkan lebih tepat dikatakan menganut paham Polytheime. Bahwa ke- Esaan Tuhan menurut Al-Qur’an bukanlah sesuatu yang dogmatis dan irasionil, tetapi bahkan sesuatu pengertian yang rasional yang masuk dab dapat dimengerti oleh akal pemikiran yang sehat, karena Tuhan itu maha Kuasa, Maha Sempurna, maka secara otomatis Dia harus Esa/Tinggal, sebab jika lebih dari satu, maka tentunya tidak Esa lagi. Daftar Pustaka Al-Qur’an dan terjemahnya, Depag. Khalifah Abdul Hakim, Islamic ideology, 3rd ed., Lahore,1965 H. Enklaar, Sedjarah Geredja, cet.

Ke-2, Jakarta, 1965. Ibn Challdun, Muqaddimah, Mishr, n.d. Al-Ghazali, Al-Munqizh min adh-dhalal, Mishr, n.d. H.A.R Gibb, Modern trend in Islam, Chicago, 1947. Abduh, SyekhMuhammad, Risalah Tauhid, Bulan Bintang, Jakarta, 1969. Peranan Asumsi Dalam Ilmu Ilmu merupakan terjemahan dari kata science yang secara etimologis berasal dari kata scire, yang artinya to know dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan Alam, yang sifatnya kuantitatif dan obyektif. White Patrick (dalam Poedjawijatna, 2004:62) ilmu adalah deskripsi data pengalaman secara lengkap dan tertanggungjawabkan dalam rumus- rumusnya sesederhana mungkin.

Ilmu berusaha menjelaskan tentang apa dan bagaimana alam sebenarnya dan bagaimana teori ilmu pengetahuan dapat menjelaskan fenomena yang terjadi di alam. Untuk tujuan ini, ilmu menggunakan bukti dari eksperimen, deduksi logis serta pemikiran rasional untuk mengamati alam dan individual di dalam suatu masyarakat (www.wikipedia.com, diakses 7 Oktober 2009). Menurut Daoed Joesoef (dalam Surajiyo, 2007:58) menunjukkan bahwa pengertian ilmu mengacu pada tiga hal, yaitu produk, proses dan masyarakat.

Ilmu pengetahuan sebagai produk yaitu ilmu pengetahuan yang telah diakui kebenarannya oleh masyarakat ilmuwan. Ilmu pengetahuan sebagai proses artinya, kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan demi penemuan dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang kita kehendaki. Ilmu pengetahuan sebagai masyarakat artinya dunia pergaulan yang tindak tanduknya, perilaku dan sikap serta tutur katanya diatur oleh empat ketentuan yaitu universalisme, komunalisme, tanpa pamrih, dan skeptisisme yang teratur.

Menurut Mohammad Hatta (dalam Surajiyo, 2007:60) ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya yang tampak dari luar maupun menurut bangunannya dari dalam. Dan menurut Karl Pearson ilmu adalah lukisan atau keterangan yang bersifat komperhensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sedehana. Sedangkan Asumsi dapat dikatakan merupakan latar belakang intelektual suatu jalur pemikiran.

Asumsi juga dapat diartikan pula sebagai gagasan primitif, atau gagasan tanpa penumpu yang diperlukan untuk menumpu gagasan lain yang akan muncul kemudian (Suhartono, 2000) Terdapat beberapa jenis asumsi yang dikenal antara lain 1). Aksioma, pernyataan yang disetujui umum tanpa memerlukan pembuktian karena kebenaran sudah membuktikan sendiri 2). Postulat, pernyataan yang dimintakan persetujuan umum tanpa pembuktian atau suatu fakta yang hendaknya diterima saja sebagaimana adanya.

Premise, pangkal pendapat pada suatu sentimen. Setiap ilmu memerlukan asumsi. Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar.

Asumsi ini perlu, Sebab pernyataan asumtif inilah yang memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan kita. Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita bisa menerima asumsi yang dikemukakannya. Semua teori mempunyai asumsi- asumsi ini, baik yang dinyatakan secara tersurat maupun yang tercakup secara tersirat (Jujun, 2001:6). Sebagai contoh sebuah perusahaan sepatu dalam rangka penelitian mengenai pemasaran sepatunya mengirimkan dua regu peneliti kesuatu daerah yang sama.

Fakta yang ditemukan oleh kedua regu ini adalah bahwa tak seorang pun dari penduduk di situ yang memakai sepatu. Namun berdasarkan fakta yang sama ini kedua regu peneliti itu sampai pada kesimpulan yang berbeda. Regu yang pertama menyimpulkan untuk tidak membangun pabrik sepatu di daerah itu karena takkan ada yang membelinya. Sedangkan regu yang kedua menyarankan sebaliknya dimana mereka bersimpulkan bahwa semua orang akan berbondong- bondong membeli sepatu.

Apakah yang menyebabkan perbedaan penarikan kesimpulan yang bertentangan ini? Sebabnya terletaknya terdapat dalam asumsi yang melandasi kedua penarikan kesimpulan tersebut. Regu pertama mempunyai asumsi bahwa kenyataan itu tak bisa diubah biar apapun usaha yang dijalankan orang- orang itu tetap takkan mau memakai sepatu. Regu dua mempunyai asumsi yang bertentangan.

Menurut anggapannya, kenyataan bahwa orang- orang itu tidak memakai sepatu bukanlah sesuatu yang tidak bisa diubah. Dengan beberapa kebudayaan yang tepat kita bisa mengubah kebudayaan tidak bersepatu menjadi kebudayaan bersepatu. Hal ini menunjukkan bahwa dengan asumsi yang berbeda kita sampai pada kesimpulan yang berbeda pula. Lalu kesimpulan manakah yang akan kita pilih? Dalam keadaaan seperti ini maka kita akan memilih kesimpulan yang punya asumsi yang dapat kita terima. Kalau kita beranggapan bahwa biar dengan cara apa pun juga orang yang bertelanjang kaki tidak bisa dipaksa memakai sepatu maka kita memilih kesimpulan pertama.

Demikian pula sebaliknya. Ilmu mengemukakan beberapa asumsi mengenai obyek empiris ini. Sama halnya dengan contoh di atas maka kita baru bisa menerima suatu pengetahuan keilmuan mengenai obyek empiris tertentu selama kita menganggap bahwa pernyataan asumtif ilmu mengenai obyek empiris tersebut benar. Ilmu menganggap bahwa obyek- obyek empiris yang menjadi bidang penelaahannya mempunyai sifat keragaman, memperlihatkan sifat berulang dan semuanya jalin- menjalin secara teratur. Bahwa hujan yang turun diawali dengan awan yang tebal dan langit yang mendung, hal ini bukan merupakan suatu hal yang kebetulan tetapi memang polanya sudah demikian.

Kejadian ini akan terulang dengan pola yang sama. Alam merupakan suatu sistem yang teratur yang tunduk pada hukum- hukum tertentu. Menurut Burhanudin (1997:86-88), Ilmu mempunyai tiga asumsi mengenai objek empiris: 1) Menganggap objek- objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, umpamanya dalam bentuk, struktur, sifat, dan sebagainya.

Berdasarkan ini maka kita dapat mengelompokkan beberapa objek yang serupa ke alam satu golongan. Klasifikasi merupakan pendekatan keilmuan yang pertama terhadap objek- objek yang ditelaahnya dan taksonomi merupakan cabang keilmuan yang mula- mula sekali berkembang. Konsep ilmu yang lebih lanjut seperti konsep perbandingan (komparatif) dan kuantitatif hanya dimungkinkan dengan adanya taksonomi yuang baik. Lineaus (1707- 1778) merupakan pelopor dalam penggolongan hewan dan tumbuh- tumbuhan secara sistematis. Dengan adanya klasifikasi ini, sehingga kita menganggap bahwa individu- individu dalam suatu kelas tertentu memiliki ciri- ciri yang serupa, maka ilmu tidak berbicara mengenai kasus individu. Melainkan suatu kelas tertentu.

Istilah manusia umpamanya memberikan pengertian tentang suatu kelas yang anggotanya memiliki ciri- ciri tertentu yang serupa. 2) Anggapan bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek dalam suatu keadaan tertentu. Kegiatan ini jelas tidak dapat dilakukan bila objek selalu berubah- ubah tiap waktu. Walaupun begitu kita tidak dapat menuntut adanya kelestarian yang absolut, sebab dalam perjalanan waktu setiap benda akan mengalami perubahan.

Karena itu ilmu hanya menuntut adanya kelestarsian yang relatif. Artinya sisfat- sifat pokok dari suatu benda tidak berubah dalam jangka waktu tertentu. Tercakup dalam pengertian ini adalah pengakuan bahwa benda- benda dalam jangka panjang akan mengalami perubahan dan jangka waktu ini berbeda- beda untuk tiap benda. Planet-planet memperlihatkan perubahan dalam waktu yang relatif sangat panjang bila dibandingkan dengan sebongkah es batu di suatu panas terik di musim kemarau. Kelestarian yang relatif dalam jangka waktu tertentu ini memungkinkan kita untuk melakukan pendekatan keilmuan terhadap objek yang sedang diselidiki.

3) Determinisme merupakan asumsi ilmu yang ketiga. Kita menganggap bahwa suatu gejala bukanlah suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Setiap gejala mempunyai suatu pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan- urutan kejadian yang sama. Bahwa sate dibakar akan mengeluarkan bau yang merangsang. Hal ini bukanlah suatu kebetulan sebab memang sudah demikian hakikatnya suatu pola.

Sebab bila sate dibakar akan senantiasa timbul bau yang merangsang. Demikian juga dengan gejala- gejala yang lainnya yang kita temui dalam kehidupan sehari- hari, sesudah langit medung maka turunlah hujan atau sesudah gelap terbitlah terang. Namun seperti juga dengan asumsi kelestarian, ilmu tidak menuntut adanya hubungan sebab akibat yasng mutlak sehingga suatu kejadian tertentu harus selalu diikuti oleh suatu kejadian yang lain, ilmu tidak mengemukakan bahwa X selalu mengakibatkan Y. Melainkan mengatakan bahwa X memnya Y. Determinisme dalam pengertian ilmu mempunyai konotasi yang bersifat peluang (probabilistik).

Filsafat Islam Pdf

Statistika merupakan metode yang menyatakan hubungan probabilistik antara gejala- gejala dalam penelaahan keilmuan. Sesuai dengan peranannya dalam kegiatan ilmu, maka dasar statistika adalah teori peluang. Statistika mempunyai peranan yang menentukan dalam persyaratan- persayaratan keilmuan sesuai dengan asumsi ilmu tentang alam. Tanpa statistika hakikat ilmu akan sangat berlainan.

Menurut Jujun (1990:89) Dalam mengembangkan asumsi maka harus diperhatikan beberapa hal. Pertama, asumsi harus relevan dengan bidang ilmu dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan. Asumsi bahwa manusia dalam administrasi adalah “manusia administrasi” kedengarannya memang filsafati namun tidak mempunyai arti apa- apa dalam penyusunan teori- teori administrasi. Asumsi manusia dalam administrasi yang bersifat operasional adalah mahluk ekonomis, makhluk sosial, makhluk aktualisasi diri, atau makhluk yang kompleks. Berdasarkan asumsi- asumsi ini maka dapat dikembangkan berbagai model, strategi dan praktek adminisrasi.

Asumsi bahwa manusia adalah manusia administrasi, dalam pengkajian administrasi, akan menyebabkan kita berhenti disitu. Seperti sebuah lingkaran, setelah berputar- putar, kita kembali ketempat semula. Kedua, asumsi ini harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya“ bukan “bagaimana keadaan seharusnya” asumsi yang pertama adalah asumsi yang mendasari telaah ilmiah sedangkan asumsi kedua adalah asumsi yang mendasar telah moral. Sekiranya dalam kegiatan ekonomis maka manusia yang berperan adalah manusia “yang mencari keuntungan yang sebesar- besarnya dengan korbanan sekecil- kecilnya” maka itu sajalah yang kita jadikan pegangan tidak usah ditambah sebaiknya begini, atau seharusnya begitu. Sekiranya asumsi semacam ini digunakan dalam penyusunan kebijaksanaan (policy), atau strategi serta penjabaran peraturan lainnya maka hal ini bisa saja dilakukan asal semua itu membantu kita dalam menganalisis permasalahan.

Namun penetapan asumsi yang berdasarkan keadaan yang seharusnya ini seyogyanya tidak dilakukan dalam analisis teori keilmuan sebab metafisika keilmuan berdsarkan kenyataan sesungguhnyan sebagaimana adanya. Seorang ilmuan harus benar- benar mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis keilmuannya. Sebab jika menggunakan asumsi yang berbeda, maka berbeda pula konsep pemikiran yang dipergunakan. Sering kita temui bahwa asumsi yang melandasi suatu kajian keilmuan tidak bersifat tersurat melainkan tersirat. Asumsi yang tersirat ini kadang- kadang menyesatkan, sebab selalu terdapat kemungkinan bahwa kita berbeda penafsiran tentang sesuatu yang tidak dinyatakan, oleh karena itu maka untuk pengkajian ilmiah yang lugas lebih baik dipergunakan asumsi yang tegas (Jujun, 1990:90) Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa asumsi ilmu sangat diperlukan karena setiap ilmu memerlukan asumsi.

Ilmu Pengetahuan Adalah

Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar. Dan Asumsi inilah yang memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan kita. Ilmu mempunyai tiga asumsi mengenai objek empiris. Pertama, Menganggap objek- objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain. Kedua, Anggapan bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangaka waktu tertentu, dan yang ketiga Determinisme, merupakan asumsi ilmu yang menganggap bahwa suatu gejala buakanlah suatu kejadian yang bersifat kebetulan, Setiap gejala mempunyai suatu pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan- urutan kejadian yang sama. Resource Referensi: Oktober 2009.

Oktober 2009 http: //powermathematics.blogspot.com, Diakses Oktober 2009. Http: //wikipedia.com, Diakses Oktober 2009. Munir Misnal.

Pemikiran Filsafat Barat. Yogyakarta: Kerjasama UGM dan Depdikbud. Nasoetion Andi Hakim. Pengantar ke Filsafat Sains. Bogor: Litera Antarnusa. Poedjawidjawijatna, 1991.

Tahu dan pengetahuan: Pengantar ke Ilmu dan Filsafat. Jakarta: Rineka Cipta. Salam, Burhanudin. Logika Materiil: Filsafat Ilmu Pengetahuan.

Jakarta: Rineka Cipta. Suhartono, Suparlan. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Ar-Ruzz. Filsafat Ilmu dan Perkembanganya di Indonesia. Jakarta: Bumi aksara Suriasumantyri, Jujun.

Filsafat ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Ilmu dalam Perspektif: Sebuah kumpulan karangan tentang hakekat Ilmu. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hak Asasi Manusia (HAM) adalah wewenang manusia yang bersifat dasar sebagai manusia untuk mengerjakan, meninggalkan, memiliki, mempergunakan atau menuntut sesuatu baik yang bersifat materi maupun immateri.

Secara historis, pandangan terhadap kemanusiaan di Barat bermula dari para pemikir Yunani Kuno yang menggagas humanisme. Pandangan humanisme, kemudian dipertegas kembali pada zaman Renaissance. Dari situ kemudian muncul pelbagai kesepakatan nasional maupun internasional mengenai penghormatan hak-hak asasi manusia. Puncaknya adalah ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan Declaration of Human Right, disusul oleh ketentuan-ketentuan lain untuk melengkapi naskah tersebut.

Secara garis besar, hak asasi manusia berisi hak-hak dasar manusia yang harus dilindungi yang meliputi hak hidup, hak kebebasan, hak persamaan, hak mendapatkan keadilan, dll. Jauh sebelum Barat mengonseptualisasikan hak asasi manusia, terutama, sejak masa Renaissance, Islam yang dibawa oleh Rasulullah telah mendasarkan hak asasi manusia dalam kitab sucinya.

Beberapa ayat suci al-Qur’an banyak mengonfirmasi mengenai hak-hak tersebut: hak kebebasan, hak mendapat keadilan, hak kebebasan, hak mendapatkan keamanan, dll. Puncak komitmen terhadap hak asasi manusia dinyatakan dalam peristiwa haji Wada di mana Rasulullah berpesan mengenai hak hidup, hak perlindungan harta, dan hak kehormatan. Sama halnya dengan hak asasi manusia, demokrasi yang berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, secara historis telah ada sejak zaman Yunani Kuno sebagai respons terhadap pemerintahan otoriter yang tidak menutup partisipasi rakyat dalam setiap keputusan-keputusan publik. Melalui sejarah yang panjang, sekarang demokrasi dipandang sebagai sistem pemerintahan terbaik yang harus dianut oleh semua negara untuk kebaikan rakyat yang direalisasikan melalui hak asasi manusia. Hak asasi manusia hanya bisa diwujudkan dalam suatu sistem yang demokrasi di mana semua warga memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara. Sama halnya dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip demokrasi seperti kebebasan, persamaan, dll. Terdapat juga dalam Islam.

Beberapa ayat al-Qur’an mengonfirmasi prinsip-prinsip tersebut. Selain itu juga, praktik Rasulullah dalam memimpin Madinah menunjukkan sikapnya yang demokratis.

Faktanya adalah kesepakatan Piagam Madinah yang lahir dari ruang kebebasan dan persamaan serta penghormatan hak-hak asasi manusia. Sumber buku Pendidikan Agama Islam Karya Ali Nurdin, Syaiful Mikdar, Wawan Suharmawan Jika Anda ingin ambil Rangkuman buku tersebut selengkapnya silakan klik. Ilmu pengetahuan atau sains (science) merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah.Kata kunci disini adalah metode atau cara pemerolehan pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh secara kebetulan belum merupakan ilmu/sains. Pengetahuan sehari-hari masih merupakan suatu fakta. Beberapa fakta yang dihubungkan dan diperoleh keterkaitan akan membentuk suatu konsep, yang merupakan abstraksi atau deskripsi keterkaitan antar fakta. Generalisasi konsep yang dilakukan melalui suatu metode ilmiah (scientific method) akan membentuk suatu prinsip atau teori.

Metode ilmiah adalah mekanisme atau cara mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu struktur logis yang diawali dengan perumusan masalah, pengumpulan data/informasi/fakta, analisis data, dan penarikan kesimpulan.